Produksi minyak sawit Indonesia, sebagai produsen utama dunia, diperkirakan turun setidaknya satu juta ton pada tahun depan, sementara produksi dari saingannya Malaysia diperkirakan tidak berubah, kata analis industri Dorab Mistry, Jumat (3/11).
Minyak sawit berjangka acuan FCPOc3 di Bursa Malaysia terlihat diperdagangkan antara 3.700 dan 4.500 ringgit per ton antara sekarang dan Juni, katanya pada konferensi industri di Bali, Indonesia.
Perkiraan harganya tidak berubah daripada perkiraannya pada bulan September lalu. Kontrak acuan diperdagangkan pada sekitar 3.798 ringgit sebelumnya pada Jumat pagi.
Ia mengatakan sebagian besar faktor negatif yang mempengaruhi permintaan minyak sawit kini telah berlalu. “Kunci harga minyak sawit selanjutnya adalah parahnya kekeringan El Niño, dan pengumuman terkait biofuel,” katanya.
Cuaca panas dan kering akibat fenomena El Niño biasanya menurunkan hasil panen minyak sawit di negara-negara yang tercatat sebagai produsen utama, yakni Indonesia dan Malaysia.
Sementara itu, ia memperkirakan Indonesia akan mewajibkan penggunaan bahan bakar B35, biodiesel yang menggunakan 35% campuran minyak sawit, selama setahun penuh pada tahun 2024.
Ia memperkirakan Indonesia akan merevisi kebijakannya yang mewajibkan para produsen minyak sawit menjual sebagian hasil produksinya di dalam negeri. Seorang pejabat pemerintah sebelumnya mengatakan Indonesia akan melanjutkan apa yang disebut kebijakan Kewajiban Pasar Domestik hingga tahun 2024.
Permintaan minyak nabati global, baik untuk pangan maupun energi, akan meningkat sebesar 7,5 juta ton pada tahun 2023/2024, sedangkan pasokan hanya akan meningkat sebesar 2,6 juta ton. [ab/uh]
Forum