Yayan menawarkan satu-satunya garangan Jawa miliknya seharga Rp 400 ribu dalam sebuah pameran satwa di Solo, Minggu (22/12). Warga Solo itu sudah tiga tahun memelihara satwa sejenis musang itu yang nama latinnya adalah Herpestes javanicus. Menurut Yayan, meskipun mudah dipelihara, garangan Jawa yang dikenal gemar makan ular itu saat ini susah dicari.
"Kalau kedua hewan itu ketemu bisa saling bunuh, paten-patenan,” ujar Yayan.
“Cara memeliharanya mudah. Di kandang, saya beri makan daging kepala ayam dan dimandikan pakai semprotan air. Kalau ingin jinak, ya harus sering berinteraksi. Diajak bermain," imbuhnya.
Yayan tidak sendirian. Banyak pedagang kini yang menjual garangan Jawa secara online sebagai hewan peliharaan. Bahkan jurnalis VOA sempat menemukan seekor garangan Jawa dipajang di kandang sebuah Pasar Hewan di Solo, Senin (23/12l). Bersama satwa lain, biawak, burung berkicau , luwak, dan tupai, hewan predator kobra itu diperdagangkan.
Mungkin tak banyak yang paham bahwa praktik itu berkontribusi terhadap maraknya temuan puluhan ular kobra di Jawa Tengah dua pekan terakhir. Secara alami, garangan Jawa, biawak air (Varanus salvator), dan elang ular bido (Spilornis cheela) adalah predator yang mampu mengontrol populasi ular Kobra.
Sementara itu, lahan yang menjadi habitat kobra juga makin menyempit karena digunakan untuk pembangunan permukiman dan infrastruktur. Akibatnya, ular kobra bergeser dan bertahan di lingkungan urban.
Pakar Ekologi dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Prabang Setyono, saat dihubungi VOA mengungkapkan fenomena maraknya temuan ular kobra di berbagai daerah di Indonesia dipicu oleh ketidakseimbangan ekosistem dan habitat satwa itu. Menurut dosen MIPA UNS Solo yang berkecimpung di Ikatan Ahli Lingkungan Hidup Indonesia ini, ada rantai makanan yang terputus karena predator alami ular kobra semakin langka.
"Saya melihat fenomena ini salah satunya karena predator alami ular kobra semakin langka. Predator itu antara lain elang, garangan Jawa, dan satwa lain. Mereka di puncak rantai makanan. Meski sudah termasuk hewan dilindungi, satwa predator itu saat ini semakin langka. Kalau ada yang menjual satwa garangan Jawa di pasar hewan, itu butuh waktu sebulan sekali untuk bisa menangkap satwa itu. Yang jelas, secara kuantitas ular kobra dan predatornya itu tidak imbang. Ini harus menjadi perhatian."
Hampir dua pekan ini, puluhan anak ular kobra ditemukan di kawasan hunian di Jawa Tengah. Di Klaten seorang warga dilarikan ke rumah sakit karena gigitan ular kobra. Setidaknya belasan ekor anak ular kobra telah ditemukan di kota itu. Puluhan ekor anak kobra juga telah ditemukan di dua lokasi di Sukoharjo.
Amin Setyadi, salah satu warga yang kompleks perumahannya berada di perbatasan Solo-Sukoharjo- Karanganyar, mengatakan, temuan puluhan anak ular kobra di lingkungannya baru terjadi saat ini. Sebelumnya, hanya ular biasa yang tak berbisa yang ditemukan di kompleks itu.
"Ya, kaget juga pas di tempat ibadah perumahan kami ditemukan banyak anak ular kobra. Selama ini, hanya ular biasa, ular sawah yang tidak berbisa, masuk ke kompleks ini. Kami juga masih menyisir kompleks perumahan mencari kemungkinan adanya ular lagi,” ujar Amin.
Menurut Amin, warga di kompleks itu mulai terbiasa dengan ular karena lokasi perumahan yang berdekatan dengan areal persawahan. Namun dia mengungkapkan warga saat ini khawatir hewan reptilia itu akan berkembang biak di kawasan sekitar kompleks karena tikus hampir-hampir tidak ditemukan lagi di sana, kemungkinan karena disantap ular.
Salah seorang pegiat satwa yang menangani temuan 31 anak ular kobra di kompleks perumahan itu, Wahyu Widodo, mengatakan jenis ular itu kobra Jawa yang berbisa dan sangat mematikan. Menurut Wahyu, dari puluhan ekor yang ditemukan, enam ekor anak ular kobra di antaranya dibunuh warga sebagai bentuk reaksi spontan.
"Saya sudah mengevakuasi ular selama bulan ini saja mencapai 50-an ekor berbagai jenis, kebanyakan memang kobra Jawa," ujarnya. [ys/uh]