Kepastian tersebut disampaikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (4/2).
Bahlil mengatakan per 4 Februari semua pengecer gas LPG 3 kg ini bisa beroperasi kembali dengan mengubah status mereka menjadi sub pangkalan.
“Makanya kita rubah dari yang tadinya (masyarakat) beli di pangkalan, sekarang kita aktifkan pengecer dengan berubah mana menjadi sub pangkalan dengan memberikan fasilitas teknologi atau sebuah aplikasi agar bisa kita pantau pengendalian harga. Berapa yang mereka jual, dan kepada siapa agar tidak terjadi penyalahgunaan,” ungkap Bahlil.
Saat ini, kata Bahlil, terdapat sekitar 370 ribu pengecer gas melon yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berharap, pengecer yang dinaikkan statusnya menjadi sub pangkalan ini dapat beroperasi secara tertib dan tidak memainkan harga, sehingga masyarakat bisa mendapatkan harga yang baik.
“Itu semuanya menjadi sub pangkalan, nanti dalam proses berikutnya kita akan melakukan pendampingan, agar mereka tertib. Bagi sub pangkalan yang tidak tertib mengikuti aturan, akan dilakukan evaluasi, penilaian, agar betul-betul sub pangkalan ini adalah yang bertanggung jawab terhadap bagaimana penyaluran gas LPG 3 kg tepat sasaran,” jelasnya.
Kebijakan ini sebelumnya, sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat karena membuat warga terpaksa membeli gas melon ini di pangkalan resmi Pertamina, yang umumnya jauh dari tempat tinggal mereka. Dengan stok di pangkalan yang cukup terbatas, warga juga harus rela antri berjam-jam untuk mendapatkannya.
Bahlil menjelaskan, alasan memberlakukan pelarangan karena adanya permainan harga yang berimbas pada harga tak pantas dan cenderung tinggi yang diterima oleh masyarakat. Bahlil meyakini permainan harga di lapangan tersebut dilakukan oleh sejumlah oknum.
“Dari Pertamina, menuju ke agen itu harganya Rp12.000-Rp13.000. Dari agen ke pangkalan, harganya kurang lebih sekitar Rp16.000-Rp17.000, itu masih bisa dikendalikan oleh Pertamina dan dipantau. Dari pangkalan ke pengecer itu disitu yang susah Pertamina kendalikan. Tidak ada instrumen, makanya terjadi harganya sampai dengan di atas Rp20.000 bahkan ada yang Rp30.000, ada juga yang dioplos. Nah dengan mereka (pengecer) menjadi sub pangkalan, kita akan taruh fasilitas yang sama dengan di pangkalan, supaya harganya bisa kita kontrol pakai IT (aplikasi),” jelasnya.
Menurutnya, subsidi gas melon telah menjadi polemik sejak puluhan tahun yang lalu. Masalah ini, kata Bahlil, harus segera diselesaikan mengingat subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk gas ini mencapai Rp87 triliun.
“Jujurlah, ada oknum-oknum kok yang main untuk menyalahgunakan subsidi ini, masa kita mau biarkan, masa kita mau kalah dari pemain-pemain ini,” tegasnya.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan l kebijakan pemerintah yang mengaktifkan kembali pengecer dan mengubah statusnya menjadi sub pangkalan bisa meredam kegaduhan yang terjadi dalam beberapa hari ini.
Namun, ia meragukan cara tersebut bisa membuat subsidi gas melon tepat sasaran. Pasalnya, kata Fahmy. pemerintah melakukan subsidi ini hanya kepada produknya saja, sementara sistem distribusinya dilakukan secara terbuka.
“Karena sistem distribusinya terbuka siapapun bisa membeli tanpa ada sanksi. Konsumen kan sifatnya rasional, kalau ada yang lebih murah kenapa harus beli yang lebih mahal?,” ungkap Fahmy kepada VOA.
Menurutnya, yang harus dilakukan agar subsidi gas melon ini tepat sasaran adalah memberlakukansistem distribusi secara tertutup. Artinya, subsidi berlalukan berdasarkan sasaran, dan bukan produk.
“Sasarannya ditentukan kriterianya siapa yang berhak memperoleh. Misalnya rumah tangga miskin, kemudian UMKM dan nelayan. Tiga segmen itulah yang kemudian berhak memperoleh kemudian dia bisa membeli gas LPG 3 kg dengan harga yang semestinya,” jelasnya.
Pemerintah, kata Fahmy, sebetulnya bisa memberikan subsidi dalam bentuk uang kepada masyarakat yang berhak. Namun untuk itu, katanya, dibutuhkan data yang valid agar benar-benar tepat sasaran.
“Jadi yang tertutup itu langsung diberikan kepada yang berhak. Seperti bansos, di bansos itu kan di data by name by addres kemudian mereka dikirim uang. Nah prinsipnya hal yang sama bisa dilakukan juga untuk subsidi tertutup untuk gas melon. Pemerintah bisa menggunakan data Kemensos untuk pembagian bansos,” pungkasnya. [gi/ab]
Forum