Tautan-tautan Akses

Prabowo Optimis Indonesia Bisa Masuk 5 Besar Ekonomi Dunia pada 2050


Presiden Prabowo Subianto didampingi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2025-2030, Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) dan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Kongres VI Partai Demokrat, di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025. (Facebook/PDemokratDKI)
Presiden Prabowo Subianto didampingi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2025-2030, Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) dan mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Kongres VI Partai Demokrat, di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025. (Facebook/PDemokratDKI)

Presiden Prabowo Subianto yakin proyeksi Goldman Sachs bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2050 akan terjadi. Sejumlah ekonom menyatakan butuh kerja keras untuk bisa mewujudkan proyeksi itu.

Presiden Prabowo Subianto mengklaim kondisi tanah air sedang baik-baik saja. Terlebih dengan adanya laporan terbaru Goldman Sachs yang memproyeksikan Indonesia bisa menjadi negara dengan tingkat ekonomi keempat terbesar di dunia pada tahun 2050 mendatang. Oleh karena itu ia heran dengan kemunculan gerakan “Indonesia Gelap” yang digaungkan oleh berbagai lapisan masyarakat.

“Yang melihat Indonesia gelap itu siapa?,” ungkap Prabowo ketika menyampaikan sambutan dalam acara Penutupan Kongres VI Partai Demokrat, di Jakarta, Selasa (25/2).

Proyeksi Goldman Sachs menyatakan bahwa China akan menyalip Amerika Serikat untuk menjadi negara dengan tingkat perekonomian terbesar di dunia, disusul oleh India dan Indonesia.

“Saudara-saudara, beberapa hari yang lalu ada suatu prediksi ekonomi dan statistik. Mereka mengatakan kita ini akan menjadi ekonomi…. Nomor satu akan jadi China menyalip Amerika, nomor dua Amerika, nomor tiga India. Ini Goldman Sachs, katanya China akan nomor 1 di tahun 2050, India nomor 3, Indonesia nomor 4. 2050 itu berarti 25 tahun yang akan datang, Insya Allah saya umurnya 98,” jelasnya.

Pekerja Rela Cuti demi Ramaikan Aksi "Indonesia Gelap"
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:46 0:00

Menurutnya, tentu prediksi ini sangat baik mengingat jika ini terwujud Indonesia bisa mengungguli negara-negara besar. “Kan keren Indonesia di atas Jerman, di atas Jepang, di atas Inggris, di atas Perancis. Kok Indonesia gelap?,” kata Prabowo.

Apakah Prediksi ini Bisa Terwujud?

Ekonom di Bank Permata Josua Pardede mengatakan peluang Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2050 mungkin saja terjadi karena potensi bonus demografi. Namun menurutnya pemerintah harus melakukan reformasi structural, baik pada kebijakan ekonomi maupun birokrasi yang dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi ke depan.

Meskipun demikian jika mengkaji kondisi VUCA – yaitu volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity – sepuluh tahun terakhir yang semakin meningkat, Josua khawatir proyeksi Goldman Sachs itu akan menghadapi tantangan.

“Ketidakpastian global menjadi salah satu hambatan di tengah upaya Indonesia untuk mencari sumber pertumbuhan baru, termasuk meningkatkan peran Indonesia dalam global value chain (GVC),” ungkap Josua.

Lebih jauh ia mengatakan kebijakan perdagangan dan investasi Indonesia saat ini sudah mulai mengarah kepada pasar non tradisional, yang mengindikasikan bahwa Indonesia tidak hanya melakukan diversifikasi produk ekspor produk dengan nilai tambah tinggi melalui hilirisasi, namun juga menaikkan peran dalam rantai pasok global.

“Indonesia juga sudah mulai menginisiasi Free Trade Agreement (FTA) dengan negara-negara non-tradisional seperti Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin yang ke depannya punya peluang peningkatan ekonomi yang cukup dapat diperhitungkan. Strategi ini sudah cukup tepat karena dengan diversifikasi, maka Indonesia akan mengurangi paparan risiko dari VUCA. Tantangan lain bagi Indonesia untuk menjadi negara keempat terbesar di dunia adalah dari dalam negeri. Good governance menjadi sangat penting dalam menjaga confidence masyarakat indonesia dan juga investor termasuk investor luar negeri,” tegasnya.

Kebijakan Berbasis Data dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru

Ekonom dari CSIS Muhammad Habib mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah jika ingin proyeksi ini menjadi kenyataan.

Pertama, katanya pemerintah harus membuat kebijakan yang berbasis kepada data yang akurat sehingga jalannya pemerintahan akan lebih efektif. Kedua, Indonesia harus mulai mencari sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru.

“Termasuk ekonomi hijau, ekonomi yang lebih ramah lingkungan atau ekonomi yang tidak lagi berbasis komoditas. Sudah terlalu lama Indonesia bergantung pada komoditas terutama untuk ekspor ataupun terkait investasinya di sektor komoditas, bukan lagi sektor manufaktur. Saya rasa perekonomian Indonesia tidak akan pernah mencapai terbesar ke-4 di dunia kalau Indonesia tidak bisa berhasil melakukan diversifikasi terhadap sumber pertumbuhannya,” ungkap Habib.

Selanjutnya, pemerintah katanya harus bisa mengembalikan daya beli masyarakat terutama kelompok kelas menengah yang masih belum pulih pasca COVID-19.

China Bisa Menyalip Amerika Serikat?

Habib meragukan proyeksi Goldman Sachs bahwa China dapat menggeser Amerika Serikat menjadi negara dengan tingkat perekonomian paling besar di dunia pada tahun 2050 mendatang.

“Itu sangat relatif, terlalu banyak faktor yang akan membentuk asumsi tersebut untuk benar-benar tercapai bahwa China di 2050 akan mengalahkan Amerika Serikat itu lagi-lagi sangat uncertain. Trump misalnya tiba-tiba kalau bisa mengambil kebijakan yang membuat ekonomi Amerika Serikat jauh lebih kompetitif itu bukan tidak mungkin Amerika akan tetap mempertahankan misalnya kepemimpinan di bidang ekonomi,” ungkap Habib.

Menghadapi kepemimpinan Amerika Serikat di bawah Donald Trump yang lebih bersifat transaksional, Habib menyarankan Indonesia untuk lebih hati-hati. Tetap mengedepankan kepentingan nasional, namun jeli mencari jalan tengah agar sama-sama bisa menguntungkan kedua belah pihak.

“Contohnya, kita ingin mencapai ketahanan pangan, dan semuanya mau diproduksi di dalam negeri. Tetapi salah satu agenda prioritas dari Trump adalah ekspor agrikultur. Jadi gimana caranya kita harus menemukan middle ground antara kita pengen melakukan ketahanan pangan, tetapi ketika menghadapi negara-negara yang kita rasa sangat influential itu kita bisa menemukan jalan tengah. Misalnya mengimpor sebagian dari Amerika. Jadi harus menemukan jalan tengah antara mewujudkan agenda kepentingan nasional dengan model transaksional yang dianut oleh Trump,” pungkasnya. [gi/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG