"Prabowo-Gibran dan seluruh KIM (Koalisi Indonesia Maju -red) akan merangkul semua unsur dan semua kekuatan… Apapun sukunya, kelompok, etnisnya, rasnya, apapun agamanya, latar belakang sosialnya, seluruh rakyat Indonesia akan jadi tanggung jawab kami untuk menjaganya…Kami akan menyusun tim pemerintahan yang terdiri dari putra dan putri terbaik bangsa Indonesia.”
Inilah petikan pernyataan Prabowo Subianto saat berpidato pada hari pemungutan suara, di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (14/2) malam, setelah melihat keunggulan suara yang diperolehnya.
Keinginannya untuk merangkul semua unsur dan kekuatan senada dengan yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat memenangkan pilpres untuk masa jabatan kedua. Langkah ini juga berdampak ke parlemen yang menurut Prof. Dr. Siti Zuhro, peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) membuat kekuasaan bertumpuk di pemerintah atau disebut “executive heavy” dan menepis kemungkinan terbentuknya kelompok oposisi.
Walhasil, anggota-anggota DPR menjadi semakin tidak kritis dan tidak menyuarakan aspirasi rakyat. Banyak undang-undang yang telah ditetapkan DPR dinilai tidak lagi mempertimbangkan kritik, usulan, protes bahkan demostrasi dari publik. Hal ini, tambahnya, menunjukan tidak berjalannya fungsi representasi. Dia mencontohkan Undang-Undang Cipta Kerja dan UU Menerba.
Pakar politik dan peneliti senior ini juga menyoroti “check and balances” atau saling kontrol antar badan yang tidak berjalan semestinya sehingga hampir semua keputusan, ketetapan, perundang-undangan bahkan yang tidak berpihak dari rakyat pun akhirnya lolos. Keberadaan oposisi lanjutnya diperlukan sebagai penyeimbang sekaligus kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Pemain Baru
DPR mendatang ditengarai akan diisi dengan sejumlah anggota "legislative incumbent" atau “pendatang baru.” Namun menurut Prof. Dr. Siti Zuhro, hal ini tidak akan mempengaruhi kondisi di badan itu atau keluarnya keputusan baru yang berpihak pada rakyat.
“Apakah kamu incumbent atau non-incumbent selama payung partaimu di mana. Kalau payung partaimu ada di koalisi pemerintahan ya kamu tidak bisa apa-apa, selain mendukung pemerintah. Jadi bukan caleg incumbentnya yang masalah. Yang masalah partainya itu standing-nya di mana,”ujar Siti Zuhro kepada VOA, Selasa (12/3).
Sisi Positif dan Negatif
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai ada sisi positif dan negatif dari caleg inkumben yang kembali lolos ke Senayan. Dampak positifnya, calon legislator inkumben sudah memahami ritme kerja di DPR sehingga tidak perlu beradaptasi. Sementara dampak negatifnya, caleg incumbent merasa senior dan berpengalaman sehingga sangat rawan untuk lebih serius menjalankan tugasnya. Meski demikian, kondisi di Parlemen tidak akan jauh berbeda dengan yang ada saat ini.
“Karena menganggap telah berpengalaman,menganggap hebat dan kuat, akhirnya kerja-kerja kedewanannya dianggap suadah biasa, tidak menantang. Sehingga kerjanya bisa jadi rutinitas saja,” ujarnya.
Sesuai dengan hasil rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi, banyak calon legislator incumbent yang dipastikan lolos kembali ke Senayan. Mereka di antaranya Ketua DPR dari PDI-Perjuangan Puan Maharani, Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Ketua MPR dari Partai Golkar Bambang Soesatyo. Namun banyak juga calon legislator inkumben yang diprediksi gagal lolos parlemen, di antaranya Paryono dan Ribka Tjiptaning.
Hasil pemilu anggota legislatif belum final. Setelah melakukan rekapitulasi tuntas, Minggu (10/3), KPU akan memulai perhitungan suara secara nasional. Rekapitulasi itu akan berlangsung hingga 20 Maret mendatang.
Kekuatan suara dari akumulasi parpol pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berdasarkan hitung cepat berada di kisaran 42-43 persen. Wakil TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman telah memberi sinyal bahwa pihaknya terbuka dengan competitor di Pilpres 2024 jika ingin bergabung ke KIM.
Sejauh ini partai-partai pendukung Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD belum secara tegas menyatakan akan menjadi oposisi. [fw/em]
Forum