Politisi oposisi terkemuka Pakistan, Imran Khan, menantang Presiden AS Donald Trump agar melarang warga Pakistan memasuki Amerika Serikat, setelah Trump memberlakukan larangan imigrasi sementara terhadap warga dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Larangan Amerika yang kontroversial itu saat ini berlaku untuk Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.
Di depan rapat umum di Sahiwal, Pakistan tengah, hari Minggu (29/1), Khan mengecam larangan itu sebagai anti-Muslim dan memuji Iran karena membalas tindakan Amerika dengan melarang warga Amerika masuk ke Republik Islam Iran.
Ia kemudian membujuk pemuda Pakistan yang terdidik dan terampil agar menepis rencana pergi ke Amerika untuk mencari masa depan berekonomi lebih baik, dan sebaliknya berfokus membangun Pakistan.
Partai Tehrik-e-Insaf yang diketuai Khan adalah kekuatan politik besar ketiga dalam parlemen nasional, dan menguasai provinsi Khyber-Pakhtunkhaw, Pakistan barat laut.
Pemerintah Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif belum mengomentari larangan Trump bagi negara-negara Muslim itu.
Di bawah Trump, pejabat Pakistan berharap, hubungan dengan Amerika, yang biasanya tegang, akan membaik. Dugaan Pakistan mendukung kelompok militan Muslim anti-Afghanistan dan anti-India, dengan membiarkan kelompok itu berkubu di wilayahnya, menjadi sumber utama ketegangan dengan Amerika.
Hari Minggu, Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus mengisyaratkan, Pakistan mungkin dimasukkan daftar negara-negara yang dilarang. [ka]