Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara mengatakan kasus penggunaan alat swab antigen bekas di Bandara Kualanamu, Medan, terungkap akibat adanya keluhan para calon penumpang pesawat yang mendapati hasil rapid tes swab antigen mereka positif COVID-19.
Guna mengungkap kasus ini, anggota Krimsus Polda Sumatera Utara pun menyamar sebagai calon penumpang salah satu pesawat dengan menggunakan jasa laboratorium Kimia Farma yang berada di lantai M, Bandara Kualanamu, pada Selasa (27/4) pukul 15.05 WIB.
“Selanjutnya petugas krimsus mengisi daftar calon pasien untuk mendapatkan nomor antrean. Setelah mendapatkan nomor antrean, maka petugas Krimsus dipanggil nama dan masuk ke ruang pemeriksaan untuk diambil sampel yang dimasukkan alat tes rapid antigen ke dalam kedua lubang hidung," demikian bunyi laporan kronologis Polda Sumut, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (30/4).
Setelah selesai pengambilan sampel maka petugas Krimsus menunggu di ruang tunggu sambil menunggu hasil rapid antigen. Berselang sekitar 10 menit menunggu, hasil yang didapat adalah "positif.’ Setelah itu terjadi perdebatan dan saling balas argumen antara petugas Krimsus dan petugas laboratorium.
Pihak kepolisian pun langsung memeriksa seluruh isi ruangan laboratorium rapid antigen. Selain itu semua petugas laboratorium Kimia Farma dikumpulkan dan diperiksa. Petugas Krimsus Polda Sumatera Utara pun mendapati barang bukti, yakni ratusan alat yang dipakai untuk rapid swab antigen untuk pengambilan sampel dan telah didaur ulang.
“Menurut keterangan dari petugas Kimia Farma, yang ketakutan saat di interogasi oleh petugas Krimsus Poldasu, alat yang digunakan untuk pengambilan sampel yang dimasukkan ke dalam hidung setelah digunakan, dicuci dan dibersihkan kembali, lalu dimasukkan ke dalam bungkus kemasan untuk digunakan dan dipakai untuk pemeriksaan orang berikutnya,” paparnya.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pihak kepolisian pun membawa empat orang petugas laboratorium Antigen Kimia Farma, di Lantai M di Bandara Kualanamu, Medan. dengan beberapa barang bukti, yaitu, komputer dua unit, mesin printer dua unit, uang kertas, ratusan alat rapid test bekas yang sudah dicuci bersih dan telah dimasukkan ke dalam kemasan, dan ratusan alat pengambil sampel rapid antigen yang masih belum digunakan.
Kimia Farma Dukung Aparat
PT Kimia Farma Tbk melalui cucu usahanya, yaitu PT Kimia Farma Diagnostik, saat ini tengah melakukan investigasi bersama dengan pihak aparat penegak hukum, terkait kasus daur ulang alat tes swab antigen tersebut.
Direktur Utama PT Kimia Farma Diagnostika, Adil Fadhilah Bulqini, dalam keterangan tertulisnya mengatakan pihaknya juga memberikan dukungan penuh terhadap proses penyelidikan oknum petugas layanan Rapid Test Kimia Farma Diagnostika di Bandara Kualanamu yang diduga melakukan tindakan penggunaan kembali alat rapid tes antigen.
“Tindakan yang dilakukan oleh oknum pertugas layanan Rapid Test Kimia Farma Diagnsotik tersebut sangat merugikan perusahaan dan sangat bertentangan dengan Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan serta merupakan pelanggaran sangat berat atas tindakan dari oknum pertugas layanan rapid test tersebut,” kata Adil.
Apabila terbukti bersalah, lanjutnya, maka para oknum petugas layanan rapid test tersebut akan diganjar tindakan tegas dan sanksi yang berat sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurutnya, Kimia Farma sebagai BUMN Farmasi memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan layanan terbaik dan produk berkualitas. Selain itu, untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terulang kembali, pihak perusahaan akan melakukan evaluasi menyeluruh dan penguatan monitoring pelaksanaan SOP di lapangan.
Usut Tuntas Kasus Antigen Bekas
Satgas Penanganan COVID-19 meminta pihak kepolisian mengusut tuntas para oknum yang terlibat dalam kasus pemalsuan hasil tes swab rapid antigen di Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Profesor Wiku Adisasmito memperingatkan para penyedia layanan tes antigen COVID-19, agar tidak bermain-main dengan hasil tes. Para pihak penyedia layanan antigen diminta melakukan pengetesan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
"Apabila ada yang berani melakukan hal serupa, Satgas memastikan akan ada konsekuensi tindakan tegas dari aparat kepolisian bagi para pelakunya," tegasnya dalam keterangan pers di Graha BNPB, Kamis (29/4).
Temuan yang paling memprihatinkan dalam kasus ini, kata Wiku, adalah karena para pelakunya secara sadar membahayakan nyawa manusia. Untuk itu Satgas berharap temuan ini menjadi yang terakhir sehingga tidak ada lagi oknum yang akan bermain-main dengan nyawa manusia.
Mafia Karantina COVID-19
Pihak kepolisian juga mengungkap oknum mafia yang meloloskan penumpang kedatangan dari luar negeri dari kewajiban untuk menjalani karantina Kesehatan. Seorang warga negara Indonesia (WNI) berinisial JD, diketahui menyerahkan uang sebesar Rp6,5 juta kepada sejumlah oknum di Bandara Soekarno-Hatta agar dirinya tidak menjalani karantina, padahal yang bersangkutan baru saja terbang dari India, negara yang kasus COVID-19 pada saat ini mengalami peningkatan secara signifikan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Yusti Yunus mengatakan, JD membayar uang sebesar Rp6,5 juta kepada oknum dengan inisial S dan RW yang mengaku sebagai petugas Bandara Soetta. Kedua oknum tersebut, kata Yusti, merupakan ayah dan anak.
“Tersangka dua orang ini sebagai yang mengatur mulai dari yang menjemput dan mereka ini punya kartu pas. Dia dulu mantan pegawai, pensiunan dari (Dinas) Pariwisata DKI, sudah pensiun, tahu seluk beluknya di bandara, bahkan bisa keluar. Ini kami lagi dalami lagi karena bisa keluar kartu pas, termasuk anaknya sendiri si RW ini juga sama, bisa ada kartu pas keluar masuk bandara,” ungkap Yusti.
Selain tiga tersangka ini, pihaknya menemukan satu tersangka lagi berinisial GC. Menurut Yusti, GC mendapatkan bagian yang paling besar dari uang suap tersebut. Adapun peran dari GC ini adalah melakukan pengecekan dari mulai administrasi sampai imigrasi untuk kemudian lolos dikarantina jika memang hasil tes swab PCR negatif. Setelah itu, GC mengantar JD ke hotel rujukan yang sudah ditentukan oleh Kementerian Kesehatan untuk dilakukan karantina.
“Pada saat hotel mana inilah peran GC ini yang memasukkan data tersebut. Data orang ini misalkan dapat rujukan karantina di hotel A, rujukan dari pemerintah, tetapi datanya saja yang masuk, orangnya tidak masuk. Setelah dia dapat penerimaan Rp4 juta, orangnya bisa langsung pulang. Ini peran GC, masih kami dalami,” jelasnya.
Meski begitu, polisi tidak menahan keempat tersangka mafia karantina ini. Yusti menjelaskan hal ini dikarenakan berdasarkan Undang-Undang (UU) Karantina Kesehatan dan wabah penyakit, ancaman hukuman penjaranya adalah satu tahun.
“(Karena) di bawah dari lima tahun penjara sehingga tidak dilakukan penahanan,” kata Yusti.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan temuan kasus mafia karantina COVID-19 ini tidak dapat ditolerir. Apalagi apa yang dilakukan oleh para oknum tersebut hanya untuk keuntungan pribadi. Maka dari itu, Satgas sangat mendukung upaya kepolisian menindak tegas oknum-oknum lain yang terlibat dalam kasus ini.
Sehubungan kasus karantina ini, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, sudah menerbitkan instruksi kepada seluruh kepala kantor kesehatan pelabuhan di seluruh Indonesia, terkait peningkatan pengawasan para pelaku perjalanan dari India.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM telah melarang masuknya Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan dari India dalam kurun waktu 14 hari terakhir.
"Oleh karena itu saya meminta kepada masyarakat untuk mematuhi kebijakan ini. Bagi WNI yang tiba dari India, saya meminta mengikuti seluruh tahapan skrining yang sudah ditentukan, yaitu membawa hasil tes negatif PCR, menjalani tes PCR setiba di Indonesia, karantina 14 hari dan melakukan tes PCR pasca karantina," pesan Wiku. [gi/ah]