Polisi yang dilengkapi perlengkapan anti-huru-hara bergerak mengamankan pemrotes di beberapa kota. Di Portland, Oregon, pemrotes tidak melakukan perlawanan. Tetapi di Oakland, California, seorang veteran perang Irak menderita luka berat di kepala, sepertinya tertimpa selongsong gas air mata.
Kepala Polisi Howard Jordan mengakui bahwa anak buahnya menembakkan gas air mata dan juga bean bag dan peluru karet. "Mereka melempar botol-botol ke arah kami," ujar Jordan. "Mereka mencari lebih banyak botol di tempat sampah dan sesuai kebijakan, kami boleh mempergunakan alat yang tidak mematikan untuk menghentikan orang itu serta menahannya."
Di Nashville, Tennessee, penguasa negara bagian menangkap pemrotes setelah membelakukan secara terburu-buru peraturan protes yang baru. Termasuk jam malam dan persyaratan ijin dan secara tiba-tiba memberlakukan bahwa protes yang berlangsung tiga minggu itu ilegal. Hakim Tom Nelson tidak suka perubahan tiba-tiba ini dan memerintahkan agar pemrotes segera dibebaskan.
"Kalau negara bagian menerbitkan sebuah memorandum hari ini, memberlakukan jam malam dan mengubah peraturan ditengah-tengah protes yang sedang berlangsung, boleh saja mereka melakukan hal itu. Tetapi, mereka harus memberi pemrotes kesempatan untuk mematuhi peraturan itu," ujar Nelson.
Hasil di Tennessee ini menggarisbawahi kurangnya kebijakan yang seragam dalam menangani pengamanan protes "Occupy Wall Street" di seluruh Amerika.
Departemen Kepolisian Kota yang berjumlah 18.000 di seluruh negara masing-masing dikendalikan oleh pejabat kota atau county, dan mereka bereaksi berdasarkan naluri sendiri serta warga setempat.
Walikota Toledo, Ohio Mike Bell mengatakan ia tidak akan mengijinkan protes setempat berlangsung terus menerus. "Mereka harus meninggalkan tempat itu pada suatu waktu," ujar Bell.
Di Santa Rosa, California, manajer kota Kathleen Millison bekerja sama dengan demonstran. "Cara terbaik adalah menghindari konfrontasi. Hal itu berlawanan baik dengan kepentingan kami maupun mereka," kata Millison.
Maria Haberfeld dari John Jay College of Criminal Justice di New York mengatakan bahwa cara seorang walikota memanfaatkan korps kepolisiannya bergantung pada persepsi tentang keselamatan publik, keprihatinan dengan biaya lembur polisi dan tekanan populer. Ia juga mencatat bahwa pelatihan dan emosi masing-masing polisi berperan.
"Mungkin saja petugas polisi benar-benar bersimpati dengan perjuangan orang-orang ini," tuturnya, "tetapi karena jadi bagian dari organisasi kepolisian, mereka tidak bisa membiarkan perasaan mereka mempengaruhi pengambilan keputusan mereka. Jadi, mungkin mereka merasa frustrasi."
Menurut Haberfeld, beberapa petugas polisi juga ingin membubarkan sebuah protes. Tetapi, ditambahkannya, petugas bisa frustrasi kalau ditugaskan selama berminggu-minggu untuk menjaga ketertiban di sebuah lokasi protes. Setelah tujuh minggu, pemrotes "Occupy Wall Street" di New York City mengatakan mereka merencanakan untuk bertahan disana selama berbulan-bulan.