Jumlah pemilih yang datang ke TPS Venezuela hari Minggu (20/5) tampak sedikit, karena Presiden Nicolas Maduro diperkirakan akan mendapatkan masa jabatan enam tahunnya yang kedua.
Pemilihan presiden itu diboikot oleh pihak oposisi yang menyebutnya sebagai “penobatan” seorang diktator. Rakyat Venezuela yang memprotes kurangnya pemilihan umum yang bebas di negaranya, didukung oleh warga Nikaragua dan Bolivia yang tinggal di kota Washington DC.
Maduro yang berumur 55 tahun diperkirakan akan menang lagi walaupun adanya krisis gawat yang mengakibatkan inflasi naik tinggi dan kurangnya bahan makanan di negara yang tadinya merupakan penghasil minyak besar itu.
Mantan gubernur negara bagian Henri Falcon adalah penantang utama Maduro, tapi kemungkinan dia menang dipersulit karena adanya penantang Maduro lainnya, yaitu Pastor Javier Bertucci.
Kemenangan Maduro diperkirakan akan memicu lebih banyak sanksi termasuk dari Amerika, dan kecaman dari negara-negara Amerika Latin serta Uni Eropa.
Maduro, tokoh yang menyebut dirinya sebagai “putra” mendiang Presiden Hugo Chavez, mengatakan hari Sabtu bahwa ia sedang berjuang melawan “komplotan imperialis Amerika” yang berusaha menghancurkan pemerintahan sosialis dan mengambil alih kekayaan minyak negarta anggota OPEC itu.
Lebih dari satu juta rakyat Venezuela telah melarikan diri ke luar negeri untuk mencari kehidupan yang lebih baik, sementara warga lainnya harus antri berjam-jam untuk membeli makanan yang disubsidi pemerintah. [ii]