Tempat-tempat pemungutan suara (TPS) di Uzbekistan mulai ditutup pada Minggu (9/7) sore dan penghitungan suara pun dimulai dalam pemilihan presiden pasca referendum konstitusional yang memperpanjang masa jabatan petahana dari lima tahun menjadi tujuh tahun.
Presiden Shavkat Mirziyoyev pada tahun 2021 lalu terpilih untuk masa jabatan lima tahun kedua, batas yang diizinkan oleh konstitusi. Tetapi amandemen yang telah disetujui dalam plebisit pada bulan April lalu memungkinkannya mengikuti pilpres untuk masa jabatan berikutnya, dan bahkan untuk mencalonkan diri pada dua masa jabatan lagi. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa ia akan tetap berkuasa hingga tahun 2037.
Mirziyoyev, 65, diproyeksikan akan menang telak dalam pilpres kali ini, melawan tiga saingan utamanya.
Dalam laporan pra-pemungutan suara, sejumlah pengamat pemilu di Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mengatakan “lanskap politik Uzbekistan tetap tidak berubah dan tidak ada partai politik parlementer yang secara terbuka menentang kebijakan dan agenda presiden.”
Mirziyoyev Buat Sejumlah Reformasi
Sejak berkuasa pada tahun 2016 setelah kematian pemimpin lama Islam Karimov, Mirziyoyev telah menerapkan serangkaian reformasi politik dan ekonomi yang menghapus sebagian kebijakan kejam pendahulunya. Di era kepemimpinan Karimov, Uzbekistan dikenal sebagai salah satu negara paling represif di kawasan itu.
Di bawah Mirziyoyev, kebebasan berbicara diperluas dan beberapa media berita dan blogger independen bermunculan. Ia juga melonggarkan aturan hukum berdasarkan Islam yang diberlakukan Karimov dengan ketat untuk melawan pandangan para pembangkang.
Mirziyoyev juga menghapus regulasi atas produksi dan penjualan kapas, mengakhiri puluhan tahun kerja paksa di industri kapas, yang menjadi sumber utama pendapatan ekspor. Ketika Karimov berkuasa, ia memaksa lebih dari dua juta orang untuk bekerja ketika panen kapas tahunan berlangsung.
Mirzoyoyev juga mendorong investasi dari luar negeri dan memperbaiki hubungan dengan Barat, yang memburuk di era Karimov. Meskipun demikian Mirzoyoyev mempertahankan hubungan dekatnya dengan Rusia dan telah menandatangani beberapa perjanjian penting dengan China, yang merupakan mitra dagang terbesarnya.
Namun sebagaimana pemimpin negara-negara Asia Tengah bekas Uni Soviet yag masih memiliki hubungan ekonomi yang dekat dengan Rusia, Uzbekistan berupaya keras menyeimbangkan hubungan politiknya pasca invasi Rusia ke Ukraina. Mirzoyoyev tidak mendukung tindakan Rusia, tetapi juga tidak mengutuknya.
Di saat yang sama, Uzbekistan masih tetap sangat otoriter. Tidak ada kelompok oposisi yang muncul secara signifikan. Semua partai politik yang ada di negara tersebut bersumpah setia kepada Mirziyoyev.
Dalam referendum April lalu, lebih dari 90 persen pemilih memberikan suara untuk menyetujui amandemen konstitusi, yang memperpanjang masa jabatan presiden. [em/jm]
Forum