Setelah menggelar sejumlah perundingan untuk membahas pilar-pilar kerja sama Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity/IPEF) di sela-sela KTT APEC 2023 di Kota San Francisco, keempat belas negara partisipan menyepakati tiga dari empat pilar kemitraan ekonomi yang digagas Amerika Serikat (AS). Ketiganya adalah perjanjian ketahanan rantai pasok, perjanjian kerja sama energi bersih dan perjanjian ekonomi berkeadilan yang antikorupsi.
“Masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan, tapi kita telah membuat kemajuan besar,” ungkap Presiden AS Joe Biden saat mengumumkan hasil perundingan IPEF pada Kamis (16/11) di San Francisco.
Perjanjian ketahanan rantai pasok, kata Biden, diharapkan bisa membantu negara-negara anggota dapat segera mendeteksi ada-tidaknya kemacetan rantai pasokan sebelum kadung terlambat, seperti yang terjadi saat pandemi COVID-19.
Sementara itu, perjanjian kerja sama energi bersih disusun agar bisa mengundang investasi swasta maupun pemerintah untuk mempercepat transisi ke energi bersih, seperti investasi untuk pembangkit listrik tenaga surya di Filipina atau pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai di Thailand dan Indonesia, tutur presiden AS ke-47 itu.
Pilar ketiga, perjanjian ekonomi antikorupsi, dicapai dengan semangat untuk menjamin keterbukaan investasi untuk menghindari praktik korupsi.
Satu pilar tersisa yang tidak berhasil disepakati adalah pilar perdagangan. Hal tersebut merupakan sebuah kemunduran bagi pemerintahan Biden, yang semula ingin menunjukkan di hadapan KTT APEC bahwa prakarsa ekonominya menjadi penanda kembalinya AS dalam kancah perekonomian Asia, mengimbangi pertumbuhan perdagangan dan pengaruh ekonomi China di kawasan.
Ketika ditanya VOA soal apa yang menyebabkan pilar perdagangan IPEF gagal disetujui, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto hanya menyatakan bahwa masih ada sejumlah isu yang perlu didiskusikan kembali.
“Tapi baru bisa dibahas lagi nanti, kuartal pertama tahun depan,” ungkapnya setelah menghadiri acara pengumuman IPEF.
Airlangga juga menepis dugaan adanya keberatan khusus dari Indonesia yang memengaruhi hasil nihil tersebut.
“Tidak ada, itu (keputusan) bersama. Itu kan masalahnya lingkungan, digital sama pertanian,” lanjutnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama dengan Presiden Biden di acara pengumuman hasil perundingan IPEF di sela-sela KTT APEC, Presiden Joko Widodo menegaskan sikap Indonesia yang selalu terbuka bekerja sama dengan pihak mana pun, asalkan saling menguntungkan.
“Prinsip inilah yang mendasari Indonesia berpartisipasi dalam perundingan IPEF,” tutur Jokowi, yang menurut agenda semula tidak dijadwalkan memberikan sambutan pada acara tersebut.
“Saling memahami kebutuhan nasional, terutama kepentingan negara berkembang, adalah kunci untuk menjalin kerja sama yang baik,” tambahnya.
Sikap Indonesia yang tidak memihak dalam menjalin kerja sama ekonomi di bawah pemerintahan Jokowi itu dinilai sudah tepat oleh ekonom UGM Poppy Ismalina.
“Karena hampir 60%-70% dari aktivitas produksi kita sangat tergantung pada rantai pasok dari China. Sementara US juga itu negara yang, tadi ya, sangat kuat dalam memengaruhi hubungan perdagangan maupun hubungan kerja sama kita,” ungkap Poppy, saat diwawancarai VOA melalui Zoom (14/11).
Menurutnya, pemerintah harus bisa mengidentifikasi untung-rugi setiap kemitraan, baik bilateral, regional maupun multilateral secara optimal, agar daya tawar Indonesia tinggi dan bisa meraup keuntungan ekonomi semaksimal mungkin.
IPEF bukanlah sebuah perjanjian perdagangan pada umumnya. Tidak ada akses pasar maupun penalti untuk praktik curang yang ditawarkan dalam kerangka kerja samanya – sesuatu yang dikhawatirkan membuat kerja sama itu tidak efektif.
Keempat belas negara yang bermitra di dalam IPEF yaitu AS, Australia, Brunei, Fiji, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Negara-negara itu mewakili 40% PDB (produk domestik bruto) seluruh dunia. [rd/ah]
Sebagian informasi dalam laporan ini berasal dari Reuters.
Forum