Pihak berwenang di China selatan meminta maaf karena membobol sejumlah rumah milik orang-orang yang telah dibawa ke hotel untuk menjalani karantina COVID-19. Permintaan maaf itu disampaikan menyusul munculnya reaksi keras publik yang mengecam tindakan pencegahan virus yang berlebihan.
Media pemerintah mengatakan, 84 rumah di sebuah kompleks apartemen di distrik Liwan, Guangzhou, telah dibuka paksa dalam upaya untuk menemukan orang-orang yang bersembunyi di dalam dan untuk mendisinfeksi tempat itu. Pintu-pintu itu kemudian disegel dan kunci baru dipasang, lapor surat kabar Global Times.
Pemerintah distrik Liwan, Senin (18/7), meminta maaf atas perilaku yang menggampangkan dan penuh kekerasan itu, kata surat kabar itu. Investigasi telah diluncurkan dan para pelakunya akan dihukum berat, katanya.
China memberlakukan kebijakan nol-COVID yang keras, meski itu sangat mengganggu kehidupan rakyatnya. Penduduknya terus menjadi sasaran pengujian dan karantina rutin, bahkan ketika seluruh dunia sudah mulai bersikap terbuka dan hidup berdampingan dengan virus itu.
Banyak kasus polisi dan petugas kesehatan membobol rumah di berbagai penjuru China atas nama tindakan anti-COVID-19 yang telah didokumentasikan di media sosial. Pihak berwenang bahkan tak sungkan mengunci kompleks apartemen apabila kasus telah terdeteksi di sana. Mereka mendirikan penghalang baja untuk mencegah penghuni meninggalkan kompleks tempat tinggal mereka tanpa izin.
Pihak berwenang di Beijing mengambil pendekatan yang lebih lunak. Mereka khawatir tindakan keras bisa memicu kerusuhan di ibu kota menjelang kongres penting Partai Komunis akhir tahun ini di mana presiden dan pemimpin partai, Xi Jinping, diperkirakan akan menerima masa jabatan lima tahun ketiga.
Persyaratan bahwa hanya orang yang telah divaksinasi yang dapat memasuki ruang publik dengan cepat dibatalkan pekan lalu setelah penduduk kota mencelanya karena diumumkan tanpa peringatan dan menganggapnya tidak adil bagi mereka yang belum divaksinasi. [ab/uh]
Forum