Sidang Umum PBB ke 72 sedang berlangsung di markas badan dunia ini di New York. Kepala-kepala negara menyampaikan pandangan-pandangan mereka mengenai isu-isu dunia hingga akhir pekan ini. Presiden Amerika Donald Trump telah menyampaikan pidatonya yang pertama di hadapan sidang majelis.
Hari Selasa (19/9), Presiden Amerika Donald Trump menyampaikan pidato pertamanya di hadapan sidang majelis PBB. Sikap dan pandangannya mengenai isu-isu penting dunia sangat dinantikan. Trump menegaskan sikapnya yang mengutamakan Amerika.
“Sebagai Presiden Amerika, saya akan selalu menempatkan Amerika yang pertama sebagaimana anda sebagai pemimpin negara anda akan selalu dan harus menempatkan negara yang pertama," kata Trump.
Trump juga memperingatkan Korea Utara.
"Amerika punya kekuatan besar dan kesabaran, namun jika harus membela diri dan sekutu-sekutunya, tidak akan punya pilihan lain selain menghancurkan Korea Utara dan Iran. Ia mengulangi julukannya untuk Kim Jong Un sebagai “rocket man" yang sedang dalam misi menghancurkan diri sendiri dan rezimnya.”
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang memimpin delegasi Indonesia dalam sidang tahunan PBB ini dalam komentarnya atas pidato Trump mengakui sulitnya menghadapi pemimpin Korea Utara.
“Pemimpin Kim Jong Un itu susah kita prediksi, semua apa yang dilakukannya tidak logis,” ujar Kalla.
Meski demikian, Wakil Presiden Jusuf Kala mendukung sikap tegas Amerika terhadap Korea Utara, karena tindakan Korea Utara tidak bisa dibenarkan dan menyengsarakan rakyatnya.
“Tidak ada negara di dunia yang mendukung Korea Utara termasuk Indonesia, karena sangat berbahaya untuk kawasan ini atau dunia ini. Tapi ia lakukan ia lebih memilih kelaparan di negerinya dibanding membuat roket,” tambahnya.
Trump juga menyampaikan tentangannya terhadap Iran dan secara khusus mengecam perjanjian nuklir pemerintahan Obama dengan Iran tahun 2015. Ia juga menyebut teroris sebagai pengecut dalam pidatonya.
Selain Presiden Amerika, hari Selasa Presiden Perancis Emmanuel Macron juga menyampaikan pidato pertamanya di PBB setelah bertemu dengan Sekjen PBB membahas masalah perdamaian dan keamanan di Timur Tengah, terutama situasi di Libya, Suriah, dan Republik Afrika Tengah dan Mali serta pembentukan Pasukan Sahel G5.
Dalam pidatonya ia membela perjanjjian iklim Paris dengan mengatakan kepada sidang majelis PBB meskipun perjanjian itu bisa diperbaiki namun “tidak akan dinegosiasikan ulang”.
Made Yoni melaporkan dari markas besar PBB di New York. [my]