Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengatakan perundingan antara Iran dan kelompok yang dijuluki P5+1 “substantif dan memandang ke depan”, dan bahwa perundingan putaran baru dijadwalkan berlangsung di Jenewa tanggal 7 – 8 November.
Catherine Ashton yang memimpin perundingan dengan Iran atas nama P5+1, tidak mengungkap rincian substansi pertemuan yang berakhir hari Rabu itu. Ia membaca pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak – Iran dan kelompok enam negara – dan mengatakan negara-negara di dunia mengamati “dengan seksama” usul Iran untuk menyelesaikan sengketa nuklir yang sudah mencapai satu dekade dengan pihak Barat.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menggambarkan perundingan itu “bermanfaat” dan mengatakan ia berharap adanya “tahap baru dalam hubungan”.
Seorang pejabat senior Amerika menggambarkan perundingan pekan ini di Jenewa sebagai hal yang “padat, rinci, jelas dan terang-terangan”.
Tetapi Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov dan seorang perunding penting di pihak Iran dikutip sebagai mengatakan “hasil tersebut tidak menjamin kemajuan lebih jauh”.
Perundingan itu mempertemukan pejabat-pejabat Iran dan wakil-wakil dari Amerika, Inggris, China, Perancis dan Rusia ditambah Jerman.
Tuntutan utama P5+1 mencakup persetujuan Iran atas verifikasi komprehensif program nuklirnya – dengan pemeriksaan mendadak oleh Badan Energi Atom Internasional IAEA – dan pengurangan dalam kadar pengayaan uranium Iran.
Kantor berita Iran, IRNA hari Rabu pagi (16/10) mengutip Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi sebagai mengatakan inspeksi IAEA atau pengurangan uranium tidak termasuk bagian pertama usul Iran dalam perundingan itu, tetapi “merupakan bagian dari langkah akhir kami” – ujar petinggi Iran itu.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan usul Iran mencakup tiga tahap yang dapat menyelesaikan krisis nuklir sejak lama “dalam waktu satu tahun”, di mana langkah pertama dapat dicapai “dalam waktu satu atau dua bulan – atau bahkan kurang”.
Usul Iran bertujuan untuk meyakinkan masyarakat internasional bahwa program nuklirnya bertujuan damai. Sebagai imbalannya, Iran berupaya melonggarkan sanksi-sanksi internasional yang sebelumnya diberlakukan untuk memaksa Iran menyudahi aktivitas pengayaan uraniumnya.
Perundingan di Jenewa ini merupakan yang pertama sejak Presiden Hassan Rouhani yang moderat terpilih dalam pemilu Iran bulan Juni lalu. Ia berjanji akan memimpin upaya diplomatik untuk melonggarkan sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran, tetapi pejabat-pejabat P5+1 telah mengatakan bahwa Iran harus membuktikan ketulusannya lewat langkah-langkah konkrit sebelum sanksi-sanksi itu dapat dilonggarkan.
Dalam perundingan sebelumnya, keenam negara itu telah menyerukan pada Iran untuk mengirim persediaan uraniumnya yang diperkaya dengan kemurnian hingga 20% ke luar negeri. Uranium dengan kadar kemurnian itu dapat diubah menjadi bahan pembuat senjata nuklir.
Catherine Ashton yang memimpin perundingan dengan Iran atas nama P5+1, tidak mengungkap rincian substansi pertemuan yang berakhir hari Rabu itu. Ia membaca pernyataan yang dikeluarkan oleh kedua pihak – Iran dan kelompok enam negara – dan mengatakan negara-negara di dunia mengamati “dengan seksama” usul Iran untuk menyelesaikan sengketa nuklir yang sudah mencapai satu dekade dengan pihak Barat.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menggambarkan perundingan itu “bermanfaat” dan mengatakan ia berharap adanya “tahap baru dalam hubungan”.
Seorang pejabat senior Amerika menggambarkan perundingan pekan ini di Jenewa sebagai hal yang “padat, rinci, jelas dan terang-terangan”.
Tetapi Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov dan seorang perunding penting di pihak Iran dikutip sebagai mengatakan “hasil tersebut tidak menjamin kemajuan lebih jauh”.
Perundingan itu mempertemukan pejabat-pejabat Iran dan wakil-wakil dari Amerika, Inggris, China, Perancis dan Rusia ditambah Jerman.
Tuntutan utama P5+1 mencakup persetujuan Iran atas verifikasi komprehensif program nuklirnya – dengan pemeriksaan mendadak oleh Badan Energi Atom Internasional IAEA – dan pengurangan dalam kadar pengayaan uranium Iran.
Kantor berita Iran, IRNA hari Rabu pagi (16/10) mengutip Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi sebagai mengatakan inspeksi IAEA atau pengurangan uranium tidak termasuk bagian pertama usul Iran dalam perundingan itu, tetapi “merupakan bagian dari langkah akhir kami” – ujar petinggi Iran itu.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan usul Iran mencakup tiga tahap yang dapat menyelesaikan krisis nuklir sejak lama “dalam waktu satu tahun”, di mana langkah pertama dapat dicapai “dalam waktu satu atau dua bulan – atau bahkan kurang”.
Usul Iran bertujuan untuk meyakinkan masyarakat internasional bahwa program nuklirnya bertujuan damai. Sebagai imbalannya, Iran berupaya melonggarkan sanksi-sanksi internasional yang sebelumnya diberlakukan untuk memaksa Iran menyudahi aktivitas pengayaan uraniumnya.
Perundingan di Jenewa ini merupakan yang pertama sejak Presiden Hassan Rouhani yang moderat terpilih dalam pemilu Iran bulan Juni lalu. Ia berjanji akan memimpin upaya diplomatik untuk melonggarkan sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran, tetapi pejabat-pejabat P5+1 telah mengatakan bahwa Iran harus membuktikan ketulusannya lewat langkah-langkah konkrit sebelum sanksi-sanksi itu dapat dilonggarkan.
Dalam perundingan sebelumnya, keenam negara itu telah menyerukan pada Iran untuk mengirim persediaan uraniumnya yang diperkaya dengan kemurnian hingga 20% ke luar negeri. Uranium dengan kadar kemurnian itu dapat diubah menjadi bahan pembuat senjata nuklir.