Tautan-tautan Akses

Pertunjukan Drama Broadway Eksplorasi Islamophobia


Broadway Play Explores Islamophobia, Tensions, in Post 9-11 US
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:03 0:00

Sebuah pertunjukan drama Broadway baru, 'Disgraced,' bercerita tentang peliknya keadaan yang harus dihadapi oleh Muslim Amerika setelah peristiwa 11 September.

Pesta makan malam yang berakhir dengan bencana yang dihadiri oleh empat orang, seorang Muslim yang tidak religius, seorang perempuan berkulit putih yang membela Islam, seorang perempuan Afrika-Amerika dan suaminya yang merupakan seorang Yahudi, adalah tokoh utama dalam “Disgraced,” yang sekarang sedang dimainkan di Broadway.

Amir, seorang pengacara merger dan akuisisi keturunan Pakistan-Amerika yang ambisius, dan istrinya, Emily, seorang pelukis, menjamu kolega Amir, Jory, dan suaminya, Isaac, seorang kurator. Mereka kemudian mulai bertengkar, semakin lama semakin panas, tentang Islam, serangan 11 September atau 9/11, pengelompokan rasial dan jilbab.

Lalu keadaan semakin buruk. Amir, akhirnya mengakui, telah menyembunyikan latar belakang Muslimnya dari atasan-atasannya di tempat ia bekerja, menggunakan nama belakang Kapoor, dan bukan nama asli yang diberikan ketika ia lahir, yaitu Abdullah. Mereka curiga terhadap Amir, khususnya setelah mengetahui bahwa ia pernah mewakili seorang imam lokal yang dituduh mengumpulkan uang untuk Hamas di pengadilan.

“Ini pertunjukan drama Broadway yang pelik, yang menggelisahkan," kata penulis Amerika keturunan Pakistan, Ayad Akhtar, tentang drama Broadway yang ditulisnya, yang telah memenangkan penghargaan Pulitzer pada tahun 2013. Ia menambahkan, "Saya rasa tidak ada seorangpun yang setelah menyaksikan drama tersebut mengerti apa yang mereka saksikan, dan saya pikir memang dibuat seperti itu. Saya berharap para penonton terus berpikir tentang pertunjukan itu ketika mereka pulang, dan saya tidak mau hal ini dianggap sebagai sesuatu yang sederhana."

Sebagai seorang penulis novel dan penulis naskah, Akhtar, 44 tahun, sering fokus pada hubungan yang seringkali diliputi rasa khawatir antara Islam dan dunia barat. Pertunjukan drama sebelumnya, “The Invisible Hand,” adalah sebuah drama tentang mantan bankir investasi yang harus berjuang untuk kebebasannya sendiri setelah diculik untuk dimintai uang tebusan di Pakistan oleh para militan Islam.

"American Dervish," novel pertama Akhtar, bercerita tentang masa kecil seseorang yang mirip dengan yang ia alami, tumbuh sebagai imigran Muslim Pakistan yang sekuler di Milwaukee, Wisconsin, di bagian Midwest Amerika. “Pengalaman saya tumbuh di Wisconsin luar biasa,” kata Akhtar. Ia sadar bahwa ia berbeda dengan teman-temannya yang beragama Katolik dan Protestan, "karena hal-hal yang terjadi di rumah saya, makanan yang kami makan, dan jenis orang-orang dari berbagai belahan dunia yang datang mengunjungi keluarga kami. Tapi saya tidak pernah merasa dikucilkan."

Semua itu berubah setelah serangan 11 September, ujarnya.

“Keadaan menjadi buruk. Lingkungan sekitar menjadi buruk," ujarnya. "Saya tidak menghabiskan waktu saya untuk berkeluh kesah, karena sebagai seorang seniman, keadaan tersebut sejujurnya tidak menjadi kurang menarik, dan tidak menjadi tema fundamental kemanusiaan yang kurang universal dan simbolik yang pernah dialami komunitas lain dalam sejarah, tapi memang bukan saat yang mudah bagi para Muslim."

Amir, tokoh dalam drama “Disgraced” mungkin setuju. Seorang Muslim yang membenci agamanya, namun mengakui bahwa ia "merasa bangga" ketika melihat “rekan-rekan di Timur Tengah yang mati untuk membela nilai-nilai yang menurut mereka lebih suci seperti yang diajarkan pada mereka." Bahkan ketika Menara Kembar runtuh, ia dengan enggan mengakui, ia merasakan lagi sedikit perasaan kesukuan “bahwa kita menang.”

Itu adalah bagian yang mengejutkan dalam pertunjukan drama tersebut, tapi yang menurut Akhtar adalah sesuatu yang pada hakekatnya manusiawi.

“Kita semua memilikinya,” ujarnya. “Penelitian menunjukkan bahwa kesukuan [timbul] begitu bayi mulai mengenali. Mereka mulai mengidentifikasi diri mereka dengan suatu kelompok yang berbeda dengan yang lain. Hal itu hanya bagian yang dalam dari fungsi kognitif kita, dan sesuatu yang perlu kita sadari kalau kita ingin bisa mengatasinya secara produktif, untuk memahami bahwa kita semua adalah bagian dari pergulatan menjadi manusia."

Tidak seperti orangtuanya, Akhtar mengatakan, ia adalah anak yang taat, dan "terpesona" dengan karakter Nabi Muhammad. Sekarang, katanya, ia menganggap dirinya "sangat religius," tapi tanpa kelompok keagamaan atau keyakinan. “Saya pikir semua agama sangat menginspirasi dan sistem yang mempunyai banyak kekurangan, tapi agama adalah yang terbaik yang kita miliki ketika berusaha memahami misteri kehidupan manusia,” tambahnya.

Pertunjukan drama “Disgraced,” disutradarai oleh Kimberly Senior dan dipertunjukkan di Lyceum Theatre, dibintangi oleh Hari Dhillon, Gretchen Mol, Danny Ashok, Karen Pittman dan Josh Radnor. Tur di AS untuk pertunjukan drama ini dijadwalkan mulai pada bulan in November 2015.

XS
SM
MD
LG