Serangan udara menghantam dekat markas militer di Khartoum pada Selasa (18/4) pagi, sementara pihak yang saling bertikai di Sudan tidak menunjukkan tanda-tanda mematuhi gencatan senjata yang diumumkan sehari sebelumnya.
Lebih banyak pertempuran berkecamuk antara militer dan Rapid Support Forces (RSF) di sekitar bandara Internasional Khartoum dan istana presiden. Militer tetap mengendalikan televisi dan radio pemerintah.
Berbicara kepada VOA pada Selasa pagi, Haitham Ibrahim, sekretaris jenderal organisasi Masyarakat Bulan Sabit Merah Sudan, mengatakan situasi kesehatan di negara tersebut sangat memprihatinkan.
Sementara itu, serikat dokter Sudan mengatakan jumlah kematian akibat pertempuran telah meningkat menjadi lebih dari 180, dan hampir 2.000 lainnya terluka.
Komite Pengarah Sindikat Dokter Sudan juga melaporkan bahwa 16 rumah sakit di Khartoum dan kota-kota lain telah ditutup karena mengalami kerusakan akibat pertempuran atau ketidakamanan bagi publik.
Beberapa rumah sakit di Khartoum dikosongkan, termasuk Al-Shaab, Ibnu Sina, Bashair, Al-Turki, Al-Zaytouna, Imperial, Al-Shorta, Bahri, dan Pusat Penyakit Ginjal Dr Salma.
Semnetara rumah sakit lainnya seperti Fadil, Al-Barahah, dan Haji Al-Safi, tidak berfungsi.
Warga menggambarkan penutupan fasilitas kesehatan tersebut sebagai kejahatan kemanusiaan.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa bahwa upaya bantuan di Sudan telah terhenti di banyak daerah karena ketidakamanan yang meluas. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa ada banyak laporan tentang penjarahan aset kemanusiaan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa beberapa rumah sakit di Khartoum telah kehabisan darah, peralatan transfusi, cairan infus dan pasokan medis penting lainnya. [lt/jm]
Forum