Di permukiman kelas bawah di Los Angeles timur, ada toko suku cadang kendaraan yang tiba-tiba jadi terkenal. George Monroy adalah pemiliknya. “Orang terbang dari seluruh dunia, mereka ke sini naik taksi,” ujarnya.
Para pengunjung itu tidak khusus datang untuk pergi ke toko suku cadang kendaraan itu. Mereka ke sana untuk bermain di arcade di dalam toko itu yang dibuat oleh putra Monroy. “Halo! Saya Caine Monroy yang membuat permainan arcade (dari kardus) ini,” katanya, memperkenalkan diri.
Di musim panas 2011, saat Caine Monroy masih berusia sembilan tahun, ia memenangkan permainan bola basket di mesin arcade. Menurut ayahnya, Caine kemudian memutuskan membuat arcade permainan bola basketnya sendiri, namun pada kotak karton.
“Ia berusaha mengajak semua pelanggan memainkan game bola basketnya itu. Tetapi, ia kurang beruntung, sehingga ia berusaha membuat game itu lebih baik. Ia terus melakukannya walaupun tidak ada pelanggan yang datang,” kata George Monroy.
Tiga bulan kemudian Caine mulai mendapat pelanggan pertama. “Pada hari terakhir musim panas, ia bertemu Nirvan,” tambah George Monroy.
Nirvan Mullick tidak datang untuk bermain games. “Saya butuh pegangan pintu untuk Toyota Corolla saya, keluaran 96, dan pergi ke toko suku cadang kendaraan itu,” kata Mullick.
Mullick adalah pelanggan pertama Caine. “Waktu saya mencetak poin, ia merangkak ke dalam kardus itu dan memberi tiket dari dalam kardus itu. Saat itulah jantung saya terasa berhenti berdetak, dan saya rasanya seperti kembali ketika berumur sembilan,” kenangnya.
Mullick juga kebetulan seorang pembuat film. Pengalaman itu mengilhaminya untuk membuat film pendek tentang arcade buatan Caine, dan mengunggahnya di internet serta membentuk dana beasiswa bagi Caine sebesar 25.000 dolar. Menurut Mullick, pada hari pertama film itu diunggah, film itu berhasil meraup lebih dari 60.000 dolar dengan lebih dari satu juta pemirsa. Setelah lima hari, jumlahnya mencapai 152.000 dolar.
Film Mullick tentang arcade buatan Caine juga mengilhami The Imagination Foundation, organisasi yang dibentuk untuk mendorong kreativitas dan kewiraswataan di kalangan anak-anak di seluruh dunia.
Anak-anak dari Sri Lanka sampai Singapura, dan bahkan Dubai, membuat kreasi-kreasi kardus yang terilhami oleh Caine. Ziyah Parramore-Andrade, 10 tahun, membuat puzzle berbentuk maze dari kardus dan berbicara dengan VOA dari Dubai lewat Skype. “Kita hanya perlu lem panas dan beberapa potongan kardus dan kemudian kita rekatkan,” paparnya.
Sekelompok ibu ekspatriat di Dubai mengundang anak-anak untuk membuat kreasi-kreasi kardus untuk digunakan bersama dalam pesta. Maeve Butler, enam tahun, membuat kastil dan membawanya ke pesta itu. Ia juga berbicara kepada VOA melalui Skype. “Kita bisa membuatnya menjadi benda-benda lucu, seperti topeng atau kaca mata berkumis yang lucu dan kemudian kita foto dan ditempelkan pada televisi mainan terbuat dari kardus,” kata Butler.
Caine Monroy terkejut dengan bagaimana ketertarikan pada kardus itu menyebar. “Asik juga bisa mengilhami banyak orang,” ujarnya.
Caine dulu gagap, sekarang tidak lagi. Ayahnya mengatakan putranya juga berubah dalam banyak hal lain dalam setahun terakhir. “Ia tidak lagi malu seperti setahun yang lalu, berubah seratus persen. Nilai sekolahnya lebih baik, dan lebih percaya diri,” papar George Monroy.
Arcade buatan Caine buka setiap akhir minggu bagi siapa saja yang datang dan ingin bermain.