Tautan-tautan Akses

Perlu Peta Jalan untuk Atasi Korupsi di Indonesia


Sikap Presiden SBY dinilai pengamat masih lemah dan tidak punya keberanian politik, termasuk dalam pemberantasan korupsi (foto: dok).
Sikap Presiden SBY dinilai pengamat masih lemah dan tidak punya keberanian politik, termasuk dalam pemberantasan korupsi (foto: dok).

Anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa mengatakan, perlunya disusun sebuah peta jalan untuk menekan praktek korupsi di Indonesia.

Korupsi di Indonesia sudah sangat mengerikan. Menurut pengamat sosial-politik, Nur Iman Subono dibutuhkan kepemimpinan bangsa yang tegas dan jujur untuk mengatasi korupsi.

Kepada VoA di Jakarta, Senin, pengamat sosial-politik dari Universitas Indonesia, Nur Iman Subono meski banyak kalangan menegaskan perlu kerjasama berbagai pihak agar korupsi tidak terjadi lagi namun menurutnya yang paling penting datang dari sikap Presiden terlebih dahulu untuk selanjutnya diikuti pejabat lain.

Ia menilai sikap Presiden Yudhoyono masih sangat lemah dalam memutuskan berbagai persoalan di negara ini termasuk dalam mengeksekusi kebijakan yang rentan dengan terjadinya korupsi, terutama pada sektor perekonomian.

Subono mengungkapkan, “Karena (Presiden) nggak punya keberanian politik, kalau konsistensi ini ditunjukkan, masyarakat melihat ada hal yang serius dan didukung,”

Pada kesempatan berbeda, dalam diskusi anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa menilai, perlu peta jalan lebih terencana agar praktek korupsi dapat terus ditekan. Selain itu menurutnya perlu dukungan berbagai pihak kepada Presiden sebagai pemimpin negara dalam menyusun peta jalan tersebut.

“Ada aktor-aktor peting di republik ini yang bisa membarikan kontribusi untuk menyelamatkan bangsa ini dari korupsi, presiden, pimpinan parpol, pimpinan DPR, pimpinan KPK, pimpinan peradilan apakah itu MK atau Mahkamah Agung, kalau dari tokoh-tokoh ini duduk bersama menyusun satu roadmap diawasi oleh perguruan tinggi, media maupun masyarakat sipil, LSM, ini bisa mengatasi kedaan,” ujar Mas Achmad Santosa.

Sementara, dosen Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk berpendapat, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah institusi yang paling diandalkan untuk memberantas korupsi. Maka dari itu ia mengingatkan perlu dukungan penuh untuk KPK dari upaya pihak-pihak yang ingin melemahkan KPK.

“Usaha-usaha memperlemah ini harus kita keroyokin, jadi teriaki KPK ini jangan sampai diperlemah, kalau perlu diperkuat, KPK memang belum terlalu kuat, ada titik lemah, dia tidak punya kaki tangan sendiri, dia kan minjam dari kepolisian, dari kejaksaan, padahal itu bagian yang korup kan, kita dorong bikin undang-undangnya mereka kedepan merekrut tenaganya sendiri yang bersih dari sisa-isa rezim lama yang korup itu,” saran Hamdi Muluk.

Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menilai jika selama ini DPR semakin menjadi sorotan publik akibat ulah beberapa anggotanya melakukan korupsi, maka DPR harus segera memperbaiki diri. Selain itu menurutnya penegak hukum harus berani memulai terobosan-terobosan baru dalam menindak koruptor.

Sebastian mengatakan, “Upaya pemiskinan terhadap politisi itu mutlak dilakukan, lalu yang kedua sanksi sosial, bisa nggak kita membuat agar koruptor betul-betul malu dihadapan bangsa ini, semangat ini yang harus dibangun secara bersama-sama apakah oleh DPR, oleh pemerintah maupun civil society.”

Akhir-ahkir ini harapan masyarakat terhadap upaya pemerintah memberantas korupsi semakin tinggi bersamaan dengan perayaan anti hari korupsi sedunia, pemilihan pimpinan KPK yang baru dan tertangkapnya tersangka kasus suap cek pelawat anggota DPR RI, Nunun Nurbaeti. Banyak kalangan optimistis persoalan korupsi akan semakain serius ditangani namun ada juga yang pesimistis karena menilai lemahnya hukum bagi para koruptor.

XS
SM
MD
LG