Leila Yusuph malakukan latihan tinju setiap malam di sebuah kamp. Ia mengatakan olahraga ini membantunya terhindar dari kekerasan berbasis gender.
"Jika saya menemui masalah seperti kekerasan berbasis gender atau jika ini terjadi kepada orang lain, olahraga ini sangat membantu dalam hal bela diri, tidak hanya diri sendiri tapi membela yang lain juga," katanya.
Data Biro Statistik Tanzania menunjukkan bahwa 40% perempuan dan anak perempuan Tanzania berusia 15-49 tahun pernah mengalami kekerasan fisik. 17% pernah mengalami kekerasan seksual.
Sejak wabah COVID-19, laporan kekerasan terhadap perempuan telah meningkat.
"Ketika COVID-19 muncul, ada banyak kasus kekerasan berbasis gender, tapi tidak ada cara yang baik untuk mendokumentasikannya. Kasus-kasus bertambah dan ada kasus-kasus kekerasan umum lainnya. Ketika COVID-19 melandai di Tanzania, kasus-kasus terus bermunculan, tapi tidak dikategorikan disebabkan oleh COVID-19," ujar Joyce Makette, petugas kesejahteraan masyarakat.
Pelatih tinju mengatakan sebagian perempuan mendalami olahraga ini dengan serius.
"Ada yang datang hanya untuk belajar beladiri agar bisa membela diri jika menemui tantangan di jalan. Tapi setelah berlatih terus menerus, mereka semakin menyukainya dan mengatakan kepada saya mereka ingin menjadikan tinju sebagai karir," kata Kwame Khamis, pelatih tinju.
Leila adalah salah satunya, meski ia belum punya jadwal pertandingan.
Sementara ini, ia berlatih setiap hari dan menyemangati perempuan lain untuk belajar tinju sebagai cara membela diri. [nm/jm]