Dibandingkan dengan negara-negara lain, peran perempuan Indonesia sudah sangat luar biasa. Mulai dari peran sebagai ibu yang memastikan hadirnya generasi muda yang lebih baik dari generasi sebelumnya, hingga peran yang lebih luas dengan mendorong kebijakan yang lebih pro-perempuan. Namun, sayangnya kebanyakan perempuan memilih melakukan hal ini dari luar struktur.
Padahal, menurut dosen Universitas Kristen Petra Surabaya, Linda Bustan, jika mereka berada di dalam struktur, akan lebih banyak kebijakan pro-perempuan yang dihasilkan.
“Apapun yang kita lakukan, itu termasuk gerakan. Mari kita berpikir gerakan itu nanti ujungnya adalah mengubah kebijakan. Jadi tidak sekedar gerakan, gerakan, gerakan. Lalu apa efeknya?," ujar Linda Bustan.
Gerakan dalam struktur terkecil, imbuh Linda, bisa mempengaruhi kebijakan. Misalnya, perempuan yang menjadi ketua rukun warga (RW), bisa mempengaruhi kebijakan.
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno memberi isyarat serupa. Namun menurutnya, peningkatan keterwakilan perempuan di dalam struktur, baik di parlemen, pemerintahan maupun badan-badan lain hingga ke tingkat RT/RW juga harus diimbangi dengan peningkatan kualitas perempuan itu sendiri.
“Kita mesti mulai untuk menghilangkan domestikasi bahwa perempuan pada hari Ibu itu harus sewekan (berjarik dan berkebaya). Bukan itu, tetapi bagaimana perempuan itu kemudian dia menjadi partnerbagi laki-laki dalam berjuang menegakkan keadilan sosial, itu menurut saya yang penting yang mesti dipikirkan oleh para perempuan, ” kata Sri Untari.
Sri Untari memahami hal itu bukan perjuangan yang ringan.
Ditambahkannya, pendidikan merupakan kata kunci untuk meningkatkan kualitas kaum perempuan. Menurutnya, perempuan harus cerdas akal dan rasanya.
“Nah, di pendidikan itulah perempuan akan terbuka wawasan berpikirnya. Kalau wawasan berpikirnya itu terbuka, maka dia bisa melakukan analisa. Di analisa itulah perempuan akan menemukan, "oh ini memang benar, oh ini ternyata konstruksi, dikonstruksi oleh sosial kita bahwa ada seperti ini karena konstruksi sosial,” imbuh Untari.
Jumlah Keterwakilan Perempuan di DPR Meningkat
Jika menggunakan keterwakilan perempuan di DPR sebagai tolok ukur, maka jumlah perempuan pada periode DPR 2019-2024 mencapai 120 orang atau 20,87 persen dari total 575 kursi di DPR. Jumlah ini meningkat dari periode sebelumnya yang hanya mencapai 17,32 persen.
Jika dilihat berdasarkan partai politik maka proporsi perempuan terbanyak adalah di Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang mencapai 32,20 persen dari total anggota DPR yang berasal dari Nasdem. Sebaliknya Partai Amanat Nasional (PAN) memiliki keterwakilan anggota DPR perempuan paling sedikit.
Dalam pemilu legislatif, jumlah perempuan yang ada di nomor satu dan dua daftar suara juga meningkat pesat. Ada 57 perempuan dari 235 Daftar Calon Tetap (DCT) yang ditempatkan di nomor urut satu. Sementara di nomor urut dua mencapai 29 orang. [pr/em]