Pasangan Filipina yang merekrut Mary Jane Veloso, yang lolos dari hukuman mati di tanah air bulan lalu atas penyelundupan narkoba, menghadapi dakwaan yang sama di pengadilan Filipina.
Presiden Joko Widodo memberikan penundaan hukuman mati bagi Mary Jane, 30 tahun, memberinya kesempatan untuk memberi kesaksian dalam penyelidikan terhadap jaringan di Manila yang merekrut dirinya.
Claro Arellano, kepala jaksa penuntut di Departemen Kehakiman Filipina, mengatakan mereka telah menemukan landasan yang cukup untuk mengajukan dakwaan penyelundupan narkoba dan perekrutan ilegal terhadap dua orang yang diduga menjebak Mary Jane, yaitu Maria Kristina Sergio dan mitranya Julius Lacanilao.
"Kasus-kasus ini akan diajukan di pengadilan Nueva Ecija," katanya, menyebut provinsi asal kedua orang tersebut, menambahkan bahwa dakwaan tersebut didasarkan pada laporan dari tiga orang, yang direkrut bekerja di luar negeri dan kemudian mendapati pekerjaan tersebut hanyalah janji palsu.
Pernyataan dari Veloso juga mengidentifikasi Sergio dan Lacanilao sebagai perekrutnya. Mereka menjanjikan Veloso sebuah pekerjaan di Malaysia, kata Arellano. Namun setelah tiba di Kuala Lumpur, ia diminta untuk pergi ke Jakarta di mana ia kemudian ditahan setelah ketahuan membawa 2,6 kilogram heroin yang disembunyikan di lapisan kopernya, ujar Susa Azarcon, seorang jaksa penuntut lainnya yang mendeskripsikan peristiwa tahun 2010 tersebut.
Mary Jane mendapat hukuman mati, yang kemudian ditunda setelah pejabat Filipina meminta Jakarta untuk memperbolehkan Mary Jane memberi kesaksian mengenai tersangka anggota jaringan perdagangan manusia dan penyelundupan narkoba.
Sergio dan Lacanilao sudah ditahan di Manila dan tidak dapat dimintai komentarnya.