Perang Israel-Hamas yang berlangsung hampir satu tahun dan kini meluas ke Lebanon; upaya invasi Rusia ke Ukraina yang hampir memasuki tahun ketiga; dan perang saudara di Sudan menjadi fokus perhatian 194 presiden, perdana menteri dan kepala negara/pemerintahan yang hadir dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dimulai Selasa (24/9).
Kekhawatiran atas keberadaan senjata-senjata baru, memburuknya ketimpangan ekonomi dan ketidaksetaraan, perubahan iklim dan kemunduran pencapaian perempuan, juga menjadi perhatian para pemimpin dunia.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuka debat di Majelis Umum dengan menyoroti semakin banyaknya negara yang percaya bahwa mereka memiliki “get out of jail free card" (kartu bebas dari penjara gratis).
Guterres menggunakan istilah itu untuk menggambarkan negara yang merasa dapat melakukan apa saja tanpa perlu mengikuti aturan hukum atau takut dengan konsekuensi hukum. Ia tidak memerinci negara yang dimaksudnya.
“Mari kita majukan dunia menuju pengurangan impunitas dan peningkatan akuntabilitas. Mengurangi kesenjangan dan meningkatkan keadilan. Lebih sedikit ketidakpastian dan lebih banyak peluang,” tegas Guterres.
Sementara Presiden Joe Biden, yang menyampaikan pidato untuk terakhir kalinya sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat (AS) dalam forum ini, menggarisbawahi urgensi aliansi dan dukungan AS bagi Ukraina saat melawan invasi Rusia.
"Kita tidak boleh menjadi lengah. Kita tidak boleh berpaling. Kita tidak akan berhenti mendukung Ukraina. Tidak akan pernah, sampai Ukraina memenangkan perdamaian yang adil dan abadi berdasarkan Piagam PBB," kata Biden.
John Fortier, peneliti senior di American Enterprise Institute, mengatakan kepada VOA bahwa kecil kemungkinan Biden akan mencapai target menyelesaikan konflik Rusia-Ukraina di masa pemerintahannya.
“Sepertinya konflik ini akan terus berlanjut dan terus berlanjut setelah masa kepresidenannya,” katanya.
“Jadi, ini merupakan seruan untuk menyelesaikan konflik yang telah mengganggu dirinya dan pemerintahannya, setidaknya pada sebagian masa pemerintahannya. Namun sepertinya konflik ini (Ukraina dan Gaza) tidak akan selesai dalam masa pemerintahannya ini.”
Biden juga menggunakan pidato itu untuk mendorong diakhirnya konflik di Timur Tengah dan perang saudara di Sudan yang berlangsung selama 17 bulan.
“Saya menyadari tantangan yang ada – mulai dari Ukraina, Gaza, Sudan, dan seterusnya. Perang, kelaparan, terorisme, kebrutalan, pengungsian yang memecahkan rekor, krisis iklim, demokrasi yang terancam kecerdasan buatan, dan risiko yang signifikan. Daftarnya masih panjang. Tapi mungkin karena semua yang telah saya lihat dan semua yang telah kita lakukan bersama selama beberapa dekade, saya punya harapan. Saya tahu ada jalan (keluar) di depan," ujar Biden.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berada di PBB sebagai wakil pemerintah Indonesia, baru akan bicara pada Sabtu (28/9). Namun Ibu Retno – yang baru-baru ini telah diangkat sebagai Utusan Khusus untuk Masalah Air Dunia – sudah memiliki agenda yang sangat padat.
Pada Selasa (24/9), Menlu Retno melangsungkan pertemuan bilateral dengan Direktur Bank Dunia Urusan Air Saroj Kumar, Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia Cindy McCain, dan Utusan Khusus Sekjen PBB Untuk Masalah Myanmar Julie Bishop. [rw/em]
Forum