Dua puluh lima anak yang mengenakan busana kuning keemasan dengan topi bertanduk tampak lincah melompat mengikuti iringan gamelan di Ndalem Djojoekoesoeman Solo, Kamis (29/4). Kaki, tangan dan mata mereka terus bergerak bak kijang-kijang yang sedang bercengkerama. Di belakang panggung terpasang layar lebar berisi video siaran langsung ratusan anak-anak lainnya dengan busana dan gerakan serupa dari berbagai lokasi. Tarian Kijang secara serentak dan kolosal, dengan ratusan anak, yang dilakukan secara virtual ini menjadi daya tarik perayaan Hari Tari Sedunia.
Ditemui seusai pentas, salah seorang penari, Dahayu, mengatakan telah mengikuti latihan sebalam beberapa minggu sebelum Hari Tari Sedunia 29 April. “Latihannya 2 minggu, untuk tari Kijang.. Saya memang suka menari sejak dulu,” ujar Dahayu.
Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang hadir dalam pentas perayaan Hari Tari Sedunia itu merespon positif langkah kreatif pentas seni menghadapi pandemi.
"Performance pertama ada anak-anak kecil menari Tari Kijang. Mereka tersebar di 54 kelurahan, ada 400an anak, semua tampil menari di kelurahan masing-masing dan disatukan lewat Zoom. Yang paling penting di sini, partisipasi anak-anak. Jangan sampai anak-anak tidak tahu tarian tradisional,” ujar Gibran.
Tak hanya tari tradisional, dalam pentas tersebut juga disajikan tarian modern atau kreasi baru dari berbagai kelompok sanggar seni.
Pentas dengan Protokol Kesehatan Ketat
Mengingat masih terus meluasnya perebakan pandemi virus corona, seluruh peserta dan penonton diwajibkan mengikuti protokol kesehatan yang sangat ketat. Mereka diharuskan mengenakan masker, mencuci tangan dan dipindai suhu tubuhnya sebelum memasuki arena.
Penonton diberi jarak antar kursi, sementara pola lantai gerak penarik diberi jarak. Face shield, atau pelindung wajah yang terbuat dari plastik, juga menjadi alternatif lain bagi para penari selain masker.
Gibran Rakabuming Raka menyerukan dilanjutkannya kreasi seni dengan memadukan teknologi online dan offline. "Jadi kita ingin event budaya itu jangan sampai berhenti di tengah pandemi. Tidak perlu takut-takut lagi, yang penting protokol kesehatan diperketat,” ujarnya.
Pentas Virtual
Pementasan hampir serupa juga dilakukan para akademisi di Institut Seni Indonesia ISI di Solo. Tayangan tarian karya kampus tersebut indoor (di dalam kampus) maupun outdoor di berbagai daerah yang disajikan secara marathon.
Rektor ISI Solo, Doktor Guntur, dalam tayangannya secara langsung mengatakan Hari Tari Sedunia mengajak semua pihak untuk merawat seni tari tradisional dan memunculkan berbagai tari kreasi baru. "Peringatan Hari Tari Dunia kali ini masih digelar secara daring karena situasi pandemi. Dalam situasi yang masih seperti sekarang ini, aktifitas dibatasi, pergerakan sosial dilimitasi. Semoga tari, pelaku tari, institusi tari, mampu memberi kebebasan berkreasi dan berinovasi,” jelas Guntur.
Lebih lanjut Guntur mengungkapkan perayaan Hari Tari Sedunia saat ini memasuki usia ke 15 tahun. Guntur meyakini sumber daya manusia pekerja dan pecinta seni akan terus berkembang seirama dengan kemajuan seni tari.
Dalam tayangan video secara langsung disajikan di media sosial kampus ISI Solo itu tampak delapan orang berbusana tradisional Jawa berwarna hitam di atas sebuah panggung yang menari mengikuti iringan gamelan. Tak hanya itu, ada juga tayangan video siaran langsung empat orang yang menari di lahan persawahan terbuka. Durasi tayangan pergelaran tarian hampir 10 jam dengan beragam tarian daerah maupun tari kreasi baru. [ys/em]