NAIROBI, KENYA —
Misi militer Afrika di Mali mendapat bala bantuan dengan kedatangan sekitar 150 tentara Burkina Faso di kota Markala, Mali tengah.
Tentara-tentara itu merupakan bagian pasukan Afrika dengan dukungan PBB yang dikirim untuk membantu pasukan Mali dalam memerangi kelompok militan terkait al-Qaida yang menguasai wilayah Mali utara setelah kudeta bulan Maret.
Misi itu tadinya akan melibatkan sekitar 5.000 tentara, tetapi Direktur Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika El-Ghassim Wane mengatakan kepada wartawan di Addis Ababa hari Kamis, pengiriman pasukan secara keseluruhan butuh waktu.
“Tujuannya memang mengirim seluruh pasukan, secepatnya. Sulit untuk mengatakan pengiriman itu bisa dilakukan dalam dua, tiga atau empat hari. Tetapi saya jamin, kami melakukannya tanpa kenal lelah dengan ECOWAS dan negara-negara terkait untuk memastikan proses ini berlangsung secepatnya,” paparnya.
Sementara itu, Uni Afrika akan menjadi tuan rumah konferensi negara-negara donor di Addis Ababa minggu depan untuk mengumpulkan dana guna mendukung misi di Mali.
Wane mengatakan upaya untuk menggalang dana dilakukan sejalan dengan pengiriman pasukan. “Konferensi itu dimaksudkan untuk menggalang sumber-sumber pendanaan, uang terus terang saja, dan logistik baik bagi misi pendukung di Mali yang didukung Afrika atau AFISMA maupun pasukan pertahanan dan keamanan Mali,” ujarnya.
Pasukan militer itu terutama melibatkan negara-negara dari blok ekonomi Afrika Barat (ECOWAS), tetapi Wane mengatakan negara-negara lain, seperti Chad dan Burundi, juga menawarkan pengiriman pasukan.
Sementara itu, militer Perancis melakukan serangan udara terhadap sasaran-sasaran militan, dan menempatkan pasukan di darat untuk membantu militer Mali. Keterlibatan Perancis dilakukan atas permintaan pemerintahan sementara Mali ketika kelompok militan mulai bergerak medesak ke selatan ke arah Bamako awal bulan ini.
Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton mengatakan minggu ini ketidakstabilan di Mali menciptakan tempat perlindungan yang aman bagi teroris. Ia menyebut upaya untuk membebaskan Mali utara dari pemberontak Islam sebagai “tugas yang sulit.”
Tentara-tentara itu merupakan bagian pasukan Afrika dengan dukungan PBB yang dikirim untuk membantu pasukan Mali dalam memerangi kelompok militan terkait al-Qaida yang menguasai wilayah Mali utara setelah kudeta bulan Maret.
Misi itu tadinya akan melibatkan sekitar 5.000 tentara, tetapi Direktur Perdamaian dan Keamanan Uni Afrika El-Ghassim Wane mengatakan kepada wartawan di Addis Ababa hari Kamis, pengiriman pasukan secara keseluruhan butuh waktu.
“Tujuannya memang mengirim seluruh pasukan, secepatnya. Sulit untuk mengatakan pengiriman itu bisa dilakukan dalam dua, tiga atau empat hari. Tetapi saya jamin, kami melakukannya tanpa kenal lelah dengan ECOWAS dan negara-negara terkait untuk memastikan proses ini berlangsung secepatnya,” paparnya.
Sementara itu, Uni Afrika akan menjadi tuan rumah konferensi negara-negara donor di Addis Ababa minggu depan untuk mengumpulkan dana guna mendukung misi di Mali.
Wane mengatakan upaya untuk menggalang dana dilakukan sejalan dengan pengiriman pasukan. “Konferensi itu dimaksudkan untuk menggalang sumber-sumber pendanaan, uang terus terang saja, dan logistik baik bagi misi pendukung di Mali yang didukung Afrika atau AFISMA maupun pasukan pertahanan dan keamanan Mali,” ujarnya.
Pasukan militer itu terutama melibatkan negara-negara dari blok ekonomi Afrika Barat (ECOWAS), tetapi Wane mengatakan negara-negara lain, seperti Chad dan Burundi, juga menawarkan pengiriman pasukan.
Sementara itu, militer Perancis melakukan serangan udara terhadap sasaran-sasaran militan, dan menempatkan pasukan di darat untuk membantu militer Mali. Keterlibatan Perancis dilakukan atas permintaan pemerintahan sementara Mali ketika kelompok militan mulai bergerak medesak ke selatan ke arah Bamako awal bulan ini.
Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton mengatakan minggu ini ketidakstabilan di Mali menciptakan tempat perlindungan yang aman bagi teroris. Ia menyebut upaya untuk membebaskan Mali utara dari pemberontak Islam sebagai “tugas yang sulit.”