Para pendukung senjata penangkal nuklir menyatakan pemerintah Korea Selatan harus mengupayakan program senjata nuklirnya sendiri untuk membela diri dari Korea Utara yang kemampuan nuklir dan misil balistiknya semakin berkembang.
Song Dae-sung, dosen ilmu politik di Kunkuk University di Seoul dan penulis buku "Let's Have Nuclear Power" menjelaskan tentang perlunya Korea Selatan memiliki senjata nuklir.
“Jika Korea Utara menjadi negara bersenjata nuklir, dan lawannya tidak memiliki kekuatan nuklir sendiri, maka negara yang tidak memiliki senjata nuklir itu akan menjadi budak atau sandera negara bersenjata nuklir. Inilah prinsip dasar politik internasional,” jelas Song.
Anggota Majelis Nasional Won Yoo-chul, salah seorang pemimpin di Partai Saenuri yang berkuasa, juga seorang pendukung kuat senjata nuklir. Won membentuk sebuah kelompok kajian di Komite Pertahanan Nasional di parlemen untuk menilai risiko dan manfaat bagi Korea Selatan untuk melanjutkan program nuklirnya sendiri. “Cara terefisien untuk menghadapi perang nuklir adalah memiliki nuklir untuk membela diri,” lanjut Won.
Para pendukung nuklir Seoul berpendapat bahwa sanksi-sanksi internasional yang diberlakukan terhadap Korea Utara atas uji coba nuklirnya yang keempat dan peluncuran roket jarak jauhnya baru-baru ini hingga kini tidak menghalangi Pyongyang melanjutkan program nuklirnya.
Sejak sanksi-sanksi diberlakukan, militer Korea Utara telah mempercepat pengembangan misil balistiknya dengan melakukan sejumlah peluncuran. Citra satelit menunjukkan tanda-tanda bahwa reaktor Yongbyon di Korea Utara telah mulai kembali memproduksi plutonium yang digunakan untuk bom nuklir.
Hari Kamis, media pemerintah Korea Utara melaporkan bahwa pemimpin negara itu, Kim Jong Un mengawasi tes misil balistik yang diluncurkan dari kapal selam baru-baru ini. Ia menyatakannya “sangat berhasil” sehingga membuat negara itu berada di “jajaran depan” negara-negara pemilik kekuatan nuklir untuk keperluan militer.
Para pendukung senjata nuklir menyatakan Korea Selatan tidak dapat menyerahkan nasibnya kepada China atau Amerika Serikat.
Mereka menyatakan Beijing selama ini enggan menegakkan sanksi-sanksi secara ketat, karena China memerlukan penyeimbang yang stabil dalam menghadapi kekuatan konvensional luar biasa dari aliansi militer Korea Selatan dan Amerika.
Sementara itu Donald Trump, calon presiden Amerika dari partai Republik, telah mengungkapkan keraguannya atas kebijakan Amerika menyediakan penangkis nuklir yang diperluas di kawasan itu dengan mempertanyakan komitmen Amerika untuk melindungi Korea Selatan.
“Jika Amerika memilih seorang presiden yang mengeluarkan argumen semacam itu, maka Korea Selatan semakin perlu untuk memiliki kekuatan nuklir sendiri,” ujar Song. [uh/ab]