Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai kepada VOA, mengatakan pemerintah harus mengubah pendekatan pertahanan keamanan di Papua.
Hingga sekarang pemerintah masih mengedepankan pendekatan keamanan yang kerap melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat Papua. Bahkan menurut Natalius, dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo Komnas HAM mencatat telah terjadi berbagai peristiwa pelanggaran HAM seperti penangkapan, penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan terhadap setidaknya 700 orang Papua.
Seluruh peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua itu, kata Pigai, dilakukan oleh negara secara sistimatis, terencana dan terstuktur. Menurutnya siapapun presidennya sepanjang negara tidak mau mengubah strategi pertahanan dan keamanan di wilayah paling ujung timur Indonesia itumaka peristiwa demi peristiwa kekerasan di Papua tetap selalu ada.
Pemerintah, lanjutnya, harus memanusiakan orang Papua di antaranya dengan upaya memutus mata rantai kejahatan kemanusiaan di Papua secara total serta mengeluarkan kebijakan yang berbasis penghargaan terhadap hak asasi manusia di masa yang akan datang.
"Pelangaran HAM terus terjadi maka yang diinginkan semangatnya adalah harus melakukan perubahan strategi pertahanan itu dari meninggalkan berbagai kekerasan dan kejahatan kemanusiaan menjadi orang Papua menjadi orang Indonesia, memanusiakan orang Papua. Jadi pendekatan ini yang harus dikedepankan," kata Pigai.
Lebih lanjut Natalius Pigai menilai bahwa janji Presiden Jokowi terkait perdamaian dan kesejahteraan rakyat Papua hingga kini tidak terbukti. Dia mencontohkan janji untuk menyelesaikan kasus penembakan di Paniai yang dilakukan aparat keamanan terhadap sejumlah masyarakat belum lama ini juga belum kunjung dilakukan hingga kini. Belum lagi kasus pembunuhan terhadap para aktivis di Yahukimo yang juga belum tuntas, serta sejumlah kasus lainnya
Pigai juga mempertanyakan rencana dialog antara Jakarta dan Papua yang sejak lama didengungkan. Menurutnya permasalahan Papua dapat diselesaikan melalui dialog yang bermartabat.
"Yang pertama, menyelesaikan permasalahan hak asasi manusia yang terjadi pada masa lampau dengan melalui pembuktian kebenaran, penyelesaian secara tuntas. Yang kedua, Presiden harus mengubah pendekatan pembangunan di Papua jadi meminimalisir penetrasi militer (TNI), Polri di Papua. Yang ketiga meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Yang keempat, terakhir, inti dari semua itu hanya bisa diselesaikan melalui dialog yang bermartabat," lanjutnya.
Presiden sudah tiga kali berkunjung ke Papua selama setahun. Di Jakarta, akademisi dari Universitas Cendrawasih, Papua, Marianus Yaung mempertanyakan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan masalah dan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Dia juga menyayangkan adanya sikap kecurigaan dari pemerintah apabila dialog damai antara Jakarta dan Papua dilakukan.
"Dialog damai Jakarta-Papua selalu dicurigai oleh negara. Mereka mencurigai bahwa dialog ujungnya merdeka, dan opini itu terus dibangun bahwa dialog itu ujungnya merdeka," kata Marianus.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi berjanji ingin membangun tanah Papua menjadi tanah damai dan juga mensejahterakan masyarakat Papua. Jokowi juga berniat mempercepat sejumlah infrastruktur di Papua misalnya membangun rel kereta api, membangun jalan tembus Papua dan Papua Barat, Pasar Mama Papua dan sejumlah infrastruktur lainnya, namun hal-hal tersebut hingga kini belum direalisasikan. [fw/lt]