Musim semi lalu di Amerika muncul protes-protes terhadap pemberlakuan berbagai pembatasan terkait pandemi virus corona. Pada aksi unjuk rasa di halaman balai kota negara bagian Michigan pada bulan April dan Mei, beberapa pengunjuk rasa menyatakan keputusasaan karena kehilangan pendapatan, sementara yang lain marah dengan apa yang mereka anggap sebagai penyalahgunaan wewenang oleh Gubernur Gretchen Whitmer, seorang Demokrat.
Beberapa pengunjuk rasa bahkan membawa senjata ke balai kota negara bagian itu.
Duncan, seorang instruktur penggunaan senjata api yang ikut berunjuk rasa memberikan alasannya.
“Jika kami tidak membawa senjata api, para demonstran ini tidak akan dilindungi dan pemerintah dapat melakukan tindakan apa saja melampaui batas wewenangnya," kata Duncan.
Pekan lalu, 13 pria dituduh berkonspirasi untuk menculik gubernur dan berusaha menghasut pemberontakan dengan kekerasan menjelang pemilihan November mendatang.
Beberapa pria yang ditangkap itu telah ikut dalam demonstrasi anti-lockdown, yang diselenggarakan dan didukung oleh operasi politik yang terkait dengan sayap kanan, menurut Lisa Graves, yang memimpin kelompok penelitian kebijakan publik.
“Ada kelompok yang mapan membantu beberapa kelompok lebih kecil. Kelompok-kelompok sayap kanan yang berusaha membatalkan perintah gubernur itu dan menyebutnya tirani, dan bukan hanya mereka yang mengatakan demikian, tetapi juga presiden Amerika Serikat," katanya.
Setelah penangkapan itu, Gubernur Whitmer mengecam Presiden Donald Trump yang dianggapnya “memicu terjadinya ketidakpercayaan dan mengobarkan amarah.” Trump menanggapi dengan cuitan di Twitter bahwa dia tidak mentolerir “kekerasan eskstrim” dan bahwa “kinerja Gubernur Whitmer sangat buruk.”
Tujuh orang yang dituduh adalah anggota milisi anti-pemerintah yang merekrut pengikut dan berkomunikasi menggunakan Facebook. Meskipun Facebook memberi tahu FBI tentang pernyataan grup tersebut yang menghasut, para ahli seperti Joan Donovan, Direktur Riset dari Pusat Politik Media dan Kebijakan Publik di Universitas Harvard mengatakan perusahaan media sosial tidak selalu menindaklanjuti ancaman semacam itu.
“Bagi saya, ini lebih merupakan tanda peringatan bahwa ada kelompok lain yang berpotensi menyembunyikan rencana tersebut," kata Joan Donovan.
Tahun ini juga terjadi serangkaian protes di seluruh pelosok Amerika atas terbunuhnya seorang warga kulit hitam di tangan polisi, dan sebagaian menyebabkan kerusakan properti, penjarahan dan bentrokan dengan pendemo tandingan.
Direktur FBI Christopher Wray baru-baru ini membahas tentang meningkatnya ancaman ekstremisme dalam kesaksiannya di hadapan Kongres.
“Meskipun mayoritas pengunjuk rasa damai, kami telah membuka penyelidikan terhadap individu yang terlibat dalam aktivitas kriminal dalam protes-protes itu, sebagian di antaranya mematuhi agenda ekstremis brutal yang dirancang untuk menyebarkan perselisihan dan pergolakan," ujar Christopher Way.
Pemungutan suara awal sudah berlangsung di sebagian besar Amerika, dan FBI berusaha meyakinkan warga Amerika tentang keamanan pemilu, dan mendesak warga agar melaporkan setiap aksi yang diduga merupakan kejahatan pemilihan federal atau intimidasi terhadap pemilih. [lt/jm]