Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, Minggu (13/5) mengakui bahwa tarif yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap barang-barang China akan dibayar para importir Amerika. Ini bertentangan dengan klaim Presiden Donald Trump bahwa China-lah yang akan membayar tarif yang dipungut Amerika itu.
Pembicaraan perdagangan Amerika Serikat-China berakhir tanpa kesepakatan pada hari Jumat di Washington, beberapa jam setelah Presiden Donald Trump menaikkan tarif menjadi 25 persen terhadap barang-barang impor dari China senilai lebih dari 200 miliar dolar.
Presiden Trump mengatakan, “Saya berpikir bahwa tarif bagi negara kita sangatlah berpengaruh. Anda tahu, kita ini adalah celengan yang dicuri semua orang, termasuk China.”
Tarif yang dipungut terhadap barang-barang China senilai 250 miliar dolar tahun lalu, dan tarif balasan yang diberlakukan China terhadap barang-barang Amerika senilai lebih dari 100 miliar dolar, telah merugikan sejumlah bisnis Amerika, seperti The Lobster Company di Maine.
Stephanie Nadeau dari The Lobster Company mengatakan, “Pada musim dingin ini, dibandingkan dengan musim dingin tahun lalu, bisnis kami merosot 60 persen dan 60 persen itu pada dasarnya berupa 100 persen ekspor Chinayang kami lakukan.”
Senator Rand Paul dari fraksi Republik mengemukakan keprihatinannya pada hari Minggu bahwa tarif itu akan merusak pertumbuhan ekonomi Amerika.
Senator Paul mengemukakan, “Presiden sedang memainkan upaya negosiasi dengan China, dan saya pikir ia mengira, pada titik ini, ia tidak dapat mundur. Saya pikir ada cara-cara pasar China dapat terbuka dan itu akan baik. Tetapi saya tetap menyarankan kepada pemerintah: selesaikan ini karena semakin lama kita terlibat dalam perang tarif atau perang dagang, semakin besar peluang kita benar-benar mengalami resesi karenanya.”
Penasihat ekonomi presiden, Larry Kudlow, mengatakan dalam acara Fox News Sunday bahwa Chinakemungkinan besar akan melakukan pembalasan.
Kudlow mengatakan,“Kita mungkin tahu lebih banyak hari ini, atau bakan malam ini atau besok. Ya, saya pikir mereka akan membalasnya. Kita akan lihat apa yang mereka pikirkan. Sejauh ini kita belum mendengarnya.”
Beberapa analis ekonomi menyatakan Amerika Serikat mungkin dirugikan lebih banyak akibat pungutan tarif itu dibandingkan dengan China.
Salah seorang di antaranya, Phil Levy dari Northwestern Universtiy Kellogg School of Management, mengatakan, “Mereka masih melakukan perdagangan dengan bebas hampir di seluruh dunia, dan tindakan agresif Presiden Trump, dalam beberapa hal, telah mengucilkan Amerika dari banyak sekutunya yang jika tidak demikian mungkin akan menambah tekanan terhadap China. Secara politis, sebagai negara yang tidak demokratis, China mungkin juga memiliki kemampuan untuk menanggung kesulitan yang lebih baik daripada pemerintahan Trump.”
Larry Kudlow mengakui bahwa importir Amerika, bukannya importir China, yang akan menanggung tarif impor dari China. Tetapi ia mengatakan, tekanan terhadap Beijing diperlukan karena China telah mundur dari sejumlah komitmen yang dibuat sebelumnya. Amerika ingin memastikan kepatuhan Beijing terhadap komitmen-komitmen tersebut dengan membuat China menuliskannya sebagai undang-undang. [uh]