Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan total dana yang disiapkan pemerintah untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp641,17 triliun. Sebesar Rp149 triliun di antaranya akan dikucurkan untuk 12 badan usaha milik negara (BUMN) dalam bentuk kompensasi, dana talangan dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Dua perusahaan yang mendapat kompensasi karena tidak menaikkan harga produk, yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp38,25 triliun dan PT Pertamina Rp37,83 triliun. Sementara Perum Bulog mendapat Rp10,5 triliun untuk bantuan sosial.
Kata Sri Mulyani, kementeriannya melibatkan sejumlah lembaga untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan dalam penggunaan anggaran untuk BUMN.
"Kami menyampaikan bahwa kalau ada BUMN yang sedang menghadapi masalah hukum, dana-dana tersebut tidak berarti menutup persoalan mereka. Tapi ini dilakukan dengan tata kelola, akuntabilitas, dan transparansi yang tinggi. Kita akan melibatkan BPKP, BPK, maupun KPK di dalam melihat seluruh operasi melibatkan dana talangan," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers online, Senin (18/5).
Sri Mulyani menjelaskan ada beberapa kriteria BUMN terdampak corona yang perlu ditangani pemerintah. Di antaranya yaitu berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat dan besarnya kepemilikan pemerintah, serta aset yang dimiliki. Ini kemudian diwujudkan dalam pemberian dana talangan kepada 5 BUMN yaitu PT Garuda Indonesia sebesar Rp8,5 triliun, PT Kereta Api Indonesia Rp3,5 triliun, PT Perkebunan Nusantara Rp4 triliun, PT Krakatau Steel Rp3 triliun dan Perum Perumnas Rp650 miliar.
Pemerintah juga memberikan PMN kepada 6 BUMN di antaranya PT Hutama Karya Rp11 triliun, PT Permodalan Nasional Madani Rp2,5 triliun dan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia Rp500 miliar.
Rp34 Triliun intuk UMKM
Sementara untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pemerintah mendukung penundaan pembayaran kredit dan menganggarkan subsidi bunga sebesar Rp34,15 triliun yang akan menjangkau 60,66 juta rekening.
Kebijakan subsidi bunga ini merupakan bantuan keringanan kepada ultra mikro dan UMKM yang memiliki pinjaman di lembaga keuangan, agar dapat bertahan meski peredaran usahanya menurun signifikan.
"Subsidi bunga kepada UMKM sebesar Rp34,15 triliun, insentif perpajakan pada UMKM dan dunia usaha secara keseluruhan serta masyarakat Rp123,01 triliun," ujar Sri Mulyani.
Selain memberikan subsidi bunga untuk mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan yang melaksanakan restrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan tambahan kredit modal kerja baru, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan. Bank peserta maupun bank pelaksana merupakan bank yang sehat berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tak Berdampak
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai kucuran dana pemerintah untuk 12 BUMN itu tidak akan berdampak signifikan terhadap pemulihan ekonomi nasional.
Ia beralasan BUMN yang mendapat kucuran dana tersebut sudah bermasalah sebelum pandemi. Sehingga kata dia, kucuran dana tersebut hanya akan memperbaiki ekonomi BUMN tersebut, ketimbang memulihkan perekonomian.
"Saya pesannya, jangan sampai karena ada pandemi, kemudian banyak BUMN yang zombie atau bermasalah sebelum pandemi ini memanfaatkan situasi untuk mendapatkan bailout dari pemerintah," jelas Bhima Yudhistira kepada VOA, Selasa (19/5).
Bhima menambahkan pemerintah sedianya memperbesar porsi bantuan untuk UMKM dan bantuan sosial dalam program pemulihan ekonomi nasional.
Menurutnya, anggaran jaring pengaman sosial semestinya berkisar 10 persen dari anggaran yang dikeluarkan untuk pemulihan ekonomi. Hal ini untuk mempertahankan daya beli masyarakat tetap terjaga. Ia juga mengusulkan bantuan sosial ditingkatkan untuk kelas menengah sehingga mereka tidak turun kelas menjadi miskin pada masa pandemi ini.
Sementara terkait pelibatan Badan Pengawas Keuangan dan KPK dalam pengawasan dana talangan BUMN, Bhima pesimistis hal tersebut akan efektif. Sebab, kata dia, dalam Pasal 27, Perppu No. 1 Tahun 2020 disebut biaya yang dikeluarkan pelaksana Perppu terkait pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian keuangan negara.
"Jadi ini agak kontraproduktif terhadap upaya pengawasan dana talangan. Sehingga ini meminimalkan peran dari BPK dan KPK, seakan-akan ada pengawasan tetapi dalam Perppu yang menjadi Undang-undang itu ada Pasal 27," tambahnya. [sm/em]