Seiring musim panas yang semakin dekat, pemukim di sekitar rawa bersejarah di Irak seperti Mahdi Hussein, memiliki kekhawatiran yang berulang. Hal pertama yang dia lakukan setiap bangun tidur di pagi hari, adalah mengecek ketinggian air di rawa tersebut.
Turunnya ketinggian akan menjadi pertanda yang tidak bagus bagi kerbau yang telah dia pelihara dari hari ke hari.
Rawa-rawa ini, yang membentang hingga ke perbatasan dengan Iran, disebut-sebut sebagai Taman Eden di dalam Alkitab, dan dinobatkan sebagai situs warisan dunia UNESCO pada 2016.
Hussein mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, penurunan muka air telah berdampak pada kehilangan ternak dalam jumlah signifikan.
“Lima atau enam tahun yang lalu, ternak kerbau biasa beranak pinak di rawa-rawa dan kami tidak perlu membeli pakan untuk mereka,” kata Hussein kepada Reuters.
“Namun empat tahun yang lalu, rawa-rawa mengering dan kami kehilangan ternak dan kami harus memberi makan dalam jumlah banyak, kami mengalami kekurangan ternak yang sangat banyak karena perpindahan dan keringnya rawa,” tambah dia.
Pakar lahan basah setempat, Jassim al-Asadi mengatakan bahwa perubahan tinggi muka air mengkhawatirkan dan membutuhkan pengelolaan yang berhati-hati.
“Persentase genangan di rawa-rawa ini diperkirakan antara 40 hingga 45 persen. Bisakah kita mempertahankan persentase ini? Bisakah kita mempertahankan tinggi muka air ini? Saya meragukan itu, dan saya khawatir musim panas nanti akan menjadi musim panas yang berbahaya, kecuali ada rencana pasti untuk mengelola sistem pengairan di rawa-rawa ini,” kata dia.
“Maksud saya adalah memastikan jumlah aliran air yang cukup dari sungai Eufrat untuk rawa-rawa ini, begitu juga dari sungai Tigris, melalui pengatur aliran Battira,” tambah al-Asadi.
Selama perang melawan Iran pada 1980-1988, Saddam Husein menuduh para pemukim di sekitar rawa-rawa ini, yakni suku Arab Rawa, sebagai pengkhianat. Dia kemudian mengeringkan rawa itu, yang sebelumnya membentang seluas lebih dari 9.583 kilometer persegi, untuk menyeret keluar para pemberontak.
Banyak pemukim rawa yang melarikan diri, namun setelah kejatuhan Saddam pada 2003, sebagian dari rawa-rawa ini dialiri air kembali dan sekitar 250 ribu warga suku Arab Rawa, pelan-pelan kembali ke kawasan itu.
Kawasan ini telah menjadi rumah bagi Arab Rawa selama ribuan tahun, dan air adalah unsur penting untuk melestarikan jalan hidup mereka. Bagi kebanyakan mereka, hidup di rawa-rawa itu keras dan berputar di sekitar kegiatan mencari ikan serta beternak kerbau.
Bagi warga setempat seperti Bashir Muabar, rencananya untuk menyambut musim panas nanti masih belum pasti.
“Musim panas ini, saya masih belum tahu apakah akan tinggal di sini atau tidak, hanya Allah yang tahu. Saya memeriksa ketinggian air, kalau saya lihat jumlah airnya turun, saya tidak akan tinggal disini,” kata dia.
“Saya akan pergi ke kota dan mengambil air, dan bekerja di peternakan di pusat kota lalu membeli air, karena tahun lalu, kami dilanda kematian ternak. Kerbau-kerbau ini membutuhkan air, tetapi tidak ada ketika itu. Kalau mereka minum air yang asin, mereka akan mati, begitu juga dengan ikan-ikan di rawa. Kami lebih khawatir tahun ini. Kami menjadi sangat takut kekurangan air,” tandas dia. [ns/uh/jm]
Forum