Pesan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres baru-baru ini terkait laporan PBB, yang mengkhawatirkan tentang perubahan iklim, masih terngiang di telinga Lukas Janssens.
Saat itu Guterres mengatakan, pemanasan global yang mengancam akan mencekik bumi merupakan kode merah atau tanda bahaya bagi kemanusiaan.
Janssens memang bukan siapa-siapa. Ia hanya penggembala domba. Tapi komitmen pribadinya untuk menyelamatkan lingkungan dengan cara sederhana namun efektif banyak mendapat acungan jempol. Pernyattan Gutteres itu semakin mendorong komitmennya untuk menyelamatkan lingkungan.
Ia berusaha mengurangi emisi gas rumah kaca dengan menggembalakan domba-dombanya di lahan-lahan berumput di Belgia untuk menggantikan fungsi mesin-mesin pemotong rumput.
"Saya memulainya dengan menjadi penggembala domba karena, bersama dengan domba-domba kecil, saya ingin berkomitmen pada masyarakat. Saya ingin, selain memproduksi daging, susu, atau wol, domba-domba juga memiliki manfaat lingkungan. Setiap langkah kecil, penting. Maksud saya, pada akhirnya, ini adalah hal yang sangat kecil. Tetapi jika Anda melihat gambaran yang lebih besar, ini pasti akan berdampak," jelasnya.
Apa yang diupayakannya telah berlangsung tiga tahun. Dan pada usia 24, ia mendapati bisnisnya berkembang pesat. Dalam masa sadar iklim, bisnisnya kini memaksanya menjalani gaya hidup kerja nonstop. Ia menggembalakan domba-dombanya di mana saja diperlukan, termasuk Taman Schoonselhof, salah satu kawasan pemakaman ikonik di Belgia .
“Ketika Anda berbicara tentang Karbon Dioksida (CO2), kami hampir tidak mengeluarkan emisi. Saya punya mobil tentu saja untuk membawa domba-domba itu, tetapi domba-domba tidak mengeluarkan emisi. Jika Anda akan menggunakan mesin pemotong rumput, derek atau lainnya, Anda akan memproduksi emisi yang sangat besar. Lagi pula, domba relatif tidak berisik dibandingkan dengan mesin pemotong rumput," lanjutnya.
Banyak orang berpendapat, Janssens memang tidak seterkenal remaja aktivis lingkungan Greta Thunberg dari Swedia. Namun, menurut mereka, bukan tidak mungkin, ia akan mengalami apa yang dialami Thunberg.
Thunberg pada awalnya juga memulainya dari kegiatan kecil. Remaja kesepian ini memulai protes lingkungannnya secara sendirian di luar parlemen Swedia di Stockholm tiga tahun lalu. Tak lama kemudian, banyak mahasiswa di berbagai penjuru dunia mulai mengikuti jejaknya dengan melakukan protes besar-besaran secara teratur.
Thunberg juga diundang untuk berbicara dengan para pemimpin politik dan bisnis di konferensi-konferensi PBB dan dijamu oleh para pemimpin dunia seperti ketua Uni Eropa Ursula von der Leyen. [ab/ka]