Pemerintah militer Myanmar berencana menggelar pemilu pada Desember 2025 atau Januari 2026, menurut media pemerintah pada Sabtu (8/3). Pernyataan kepala junta tersebut menjadi jadwal spesifik pemilu pertama yang telah lama dijanjikan.
Sejak awal 2021, Myanmar dilanda krisis setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Kudeta itu memicu gelombang protes yang kemudian berkembang menjadi perlawanan bersenjata terhadap junta di seluruh negeri.
Pemimpin junta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, berulang kali menjanjikan pemilu akan digelar, tetapi pada kenyataannya pemerintahannya terus memperpanjang status darurat. Bahkan ketika militer menghadapi perlawanan sengit dari kelompok oposisi anti-junta.
Para kritikus menilai janji pemilu itu tak lebih dari upaya junta mempertahankan kekuasaan melalui perwakilan. Pasalnya, puluhan partai telah dilarang, sementara junta kehilangan kendali atas banyak wilayah di Myanmar.
"Kami berencana untuk segera menyelenggarakan pemilu yang bebas dan adil," kata Min Aung Hlaing saat berkunjung ke Belarus, di mana ia mengumumkan kerangka waktu, surat kabar Global New Light of Myanmar melaporkan.
"Sebanyak 53 partai politik telah mendaftar untuk ikut serta dalam pemilu," ujarnya.
Menurut laporan sensus yang dirilis pada Desember, junta hanya berhasil melakukan sensus lapangan secara penuh di 145 dari 330 kotamadya sebagai persiapan daftar pemilih untuk pemilu.
Pemilu ini berisiko memicu lebih banyak kekerasan, seiring junta dan kelompok oposisi berusaha memperkuat kendali atas wilayah-wilayah di Myanmar. Konflik yang berkepanjangan membuat ekonomi negara itu porak poranda dan mendorong lebih dari 3,5 juta orang mengungsi. [ah/ft]