Seperti halnya tempat pemungutan suara (TPS) di lingkungan masyarakat pada umumnya, TPS-TPS yang berada di tempat khusus seperti lembaga pemasyarakatan (lapas) pun tidak kalah sibuknya pada 14 Februari ini.
Situasi di Lapas Perempuan Kelas IIA, di Pondok Bambu, Jakarta Timur pun membuka dua TPS tepat pada pukul 07.00 WIB. Warga binaan lapas tersebut mulai berdatangan ke TPS untuk memberikan suara mereka dalam pemilu 2024 kali ini.
Para narapidana perempuan ini pun terlihat cukup antusias untuk mencoblos, seperti salah satunya, Titin. Perempuan berusia 40 tahun asal Kediri ini baru pertama kali mengikuti pemilu dari balik jeruji besi. Pasalnya ia baru masuk ke lapas tersebut pada September 2022 dengan kasus tindak pidana korupsi.
Mantan karyawan BUMN ini mengatakan, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan ketika mengikuti pemilu di dalam dan di luar lapas.
“Sementara ini, hak yang saya dapatkan sama, tetap tidak ada yang berbeda dengan yang di luar,” ungkap Titin.
Titin mengaku hanya bisa mendapatkan informasi tentang calon presiden dan calon wakil presiden dari televisi yang ada di lapas. Selain itu, pihak KPU katanya juga telah melakukan sosialisasi di lapas. Meski begitu, ia mengaku informasi yang didapatkan dari balik jeruji besi ini cukup bagi dirinya untuk bisa menentukan pilihan.
Ia pun memiliki harapan tersendiri bagi pemimpin baru kelak, yaitu salah satunya terkait masalah hukum yang ada di Tanah Air.
“Tentu saja yang berpihak kepada rakyat, karena kita merasakan, menjalani pidana yang sebenarnya juga ada sisi sedikit ketidakadilan. Jadi kita inginnya supremasi hukum ditegakkan. Calon yang paling bisa kami anggap bisa menegakkan supremasi hukum, itu yang kami pilih,” jelasnya.
Selain itu, Titin juga ingin pemimpin yang bisa berpihak kepada kaum muda dan bisa membawa Indonesia tentunya ke arah yang lebih baik.
“Dan yang membawa janji yang tidak terlalu muluk-muluk sehingga bisa dilaksanakan untuk lima tahun ke depan,” tambahnya.
Antusiasme serupa juga dirasakan oleh warga binaan Lapas Perempuan lainnya bernama Dewi. Perempuan asal Jakarta, berusia 41 tahun yang masuk ke lapas pada Maret 2023 karena kasus narkoba ini merasakan perbedaan signifikan ketika mencoblos di dalam lapas.
“Beda banget. Di sini lebih tertib, lebih teratur. Kalau di luar antri lama, di sini benar-benar tertib banget dan cepat,” ungkap Dewi.
Selain itu, ia mengaku lebih tenang mencoblos di dalam lapas karena tidak terpengaruh oleh banyak pihak di dalam lapas. “Kalau di sini, ya sudah milih sendiri, tahu sendiri, selesai,” tambahnya.
Lalu apa harapan Dewi terhadap pemimpin baru Indonesia kelak?
“Indonesia lebih maju, yang paling utama pendidikan itu lebih ditingkatkan dan lebih maju, misalnya sekolah gratis dan beasiswa. Lalu lebih banyak pemberdayaan untuk kaum perempuan dari segi ekonomi misalnya,” jelasnya.
Dewi juga berharap, pemerintah memberikan kesempatan yang sama bagi mantan narapidana yang kelak akan menghirup udara bebas usai menjalani hukuman.
“Pemerintah lebih membuka jalan bagi kami mantan napi, tidak ada lagi stigma buruk karena di sini juga kami melewati masa hukuman dengan penuh pembinaan dan pembaharuan pribadi yang lebih baik lagi,” jelasnya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta Timur, bernama Edi. Pria berusia 54 tahun asal Jakarta ini berharap presiden baru di republik ini nanti lebih memikirkan soal pangan.
“Kalau Pak Jokowi kan lebih banyak ke infrastruktur. Jadi saya pikir kalau sekarang sih harusnya ke pangan, maksudnya orang masih banyak yang kekurangan makanan. Tapi memang presiden yang sekarang saya maunya gak usah ke infrastruktur, karena sudah banyak yang jadi. Jadi mungkin ke makanan tercukupi, harga barang pokok murah,” jelas Edi.
Selain masalah pangan, Edi juga berharap presiden yang baru kelak bisa mengatasi permasalahan hukum yang dinilainya pada saat ini belum terlalu adil.
Ia pun menekankan, suara dari seluruh masyarakat Indonesia dalam pemilu sangat penting, tidak terkecuali dari para narapidana. Menurutnya, menggunakan hak suara dalam pemilu merupakan tanggung jawab bagi seluruh warga negara Indonesia.
Sementara itu Kepala Lapas Perempuan Kelas IIA, di Pondok Bambu, Jakarta Timur Ade Agustina mengatakan warga binaan di dalam lapas cukup bersemangat untuk menentukan pemimpin mereka dalam lima tahun ke depan.
“Mereka sangat menunggu-nunggu itu, berharap adanya perubahan karena mereka berada di sini berharap nanti keluar akan ada perubahan yang lebih baik dari sebelumnya di dalam kehidupannya. Jadi pasti sangat antusias. Bahkan mereka bertanya-tanya apakah data mereka semua sudah bisa untuk ditetapkan oleh KPU sebagai daftar pemilih tetap (DPT),” ungkap Ade.
Ade menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan semua pihak terkait agar seluruh warga binaan lapas yang mencapai 270 orang ini bisa mendapatkan haknya untuk mencoblos dalam pemilu kali ini.
“Kami penuhi semua itu dengan kami bekerja, berkoordinasi dengan KPU dari sejak awal. Penyerahan data NIK, dan sebagainya. Kalau tidak ada, kita carikan kepada keluarganya, koordinasi dengan dukcapil dan itu sangat membantu sekali. Saya kira hak politik mereka tentu tidak kami abaikan,” jelasnya.
Selain itu, pihak lapas pun kata Ade memfasilitasi para narapidana perempuan ini dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menonton berita-berita di televisi agar mendapatkan informasi terkait calon yang akan dipilih. KPU, kata Ade, juga datang ke lapas untuk memberikan sosialisasi kepada para narapidana ini.
Hal senada juga disampaikan Kepala Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur E.P. Prayer Manik. Pihaknya memastikan 2.585 narapidana bisa mencoblos pada pemilu kali ini.
“Kalau dari segi jumlah signifikan, jumlah pemilihnya lebih banyak. Sembilan puluh lima persen tercover di DPT,” ungkap Manik.
Ia pun memastikan semua warga binaan di Lapas Cipinang kali ini mendapatkan hak politiknya dalam kontestasi pilpres di 2024 ini.
“Ini hak semua WNI, memang ada narapidana tidak diperbolehkan apabila mendapat putusan dari hakim dicabut hak politiknya. Tapi pada kenyataannya di lapas ini tidak ada, semuanya mendapatkan haknya sebagai hak politik,” jelasnya.
Sama halnya dengan lapas perempuan kelas II A di Pondok Bambu, lapas Cipinang ini, kata Manik, juga memberikan fasilitas televisi di setiap blok penghuni lapas. Dengan begitu, semuanya bisa mendapatkan informasi yang cukup terkait calon-calon dan pemilu.
“KPU sendiri juga intens untuk sosialisasi, baik kepada para petugas maupun kepada warga binaan,” pungkasnya. [gi/lt]
Forum