Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, Senin (26/2), mengumumkan pengunduran diri pemerintahannya. Shtayyeh yang memerintah sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki, mengatakan “langkah-langkah politik baru” diperlukan mengingat perubahan realitas di Gaza.
“Saya mengajukan pengunduran diri pemerintah kepada Presiden (Mahmud Abbas),” kata Shtayyeh. Ia menambahkan bahwa itu terjadi setelah “perkembangan terkait agresi di Jalur Gaza dan eskalasi di Tepi Barat dan Yerusalem”.
Shtayyeh mengatakan ia telah mengajukan pengunduran diri pada Selasa lalu, tetapi secara resmi mengajukannya "secara tertulis" pada Senin.
Abbas menghadapi kemarahan yang meningkat sejak perang meletus pada 7 Oktober antara Israel dan Hamas. Banyak yang mengkritik presiden Palestina itu karena tidak mengutuk keras serangan Israel di sana dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat.
Sejak 2007, kepemimpinan Palestina terbagi antara Otoritas Palestina pimpinan Abbas, yang menjalankan kekuasaan terbatas di Tepi Barat, dan Hamas yang menguasai Gaza.
Pengunduran diri pemerintah di Tepi Barat terjadi sementara beberapa negara, termasuk AS, menyerukan reformasi Otoritas Palestina yang akan mengambil alih seluruh wilayah Palestina setelah perang di Gaza berakhir.
“Tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan langkah-langkah pemerintah dan politik baru yang mempertimbangkan realitas baru di Jalur Gaza,” kata Shtayyeh dalam pidato singkat yang mengumumkan pengunduran diri itu. Ia menyerukan konsensus antarPalestina dan "perluasan kekuasaan Otoritas (Palestina) atas seluruh tanah Palestina".
Perang di Gaza pecah setelah militan Hamas menyerang Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan sekitar 1.160, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan kantor berita AFP berdasarkan angka Israel.
Serangan balasan militer Israel di Gaza sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 29.782 orang, kebanyakan dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut kementerian kesehatan wilayah tersebut. [ka/ns]
Forum