Menteri Keuangan Muhammad Chatib Basri mengatakan Kamis (18/9) bahwa ia optimistis negara ini dapat mencapai pertumbuhan 7,0 persen pada 2017, tapi memperingatkan bahwa presiden terpilih Joko "Jokowi" Widodo menghadapi tantangan besar dalam mendorong pembangunan infrastruktur yang sangat diperlukan.
Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,12 persen pada kuartal kedua sampai Juni, tingkat paling lambat dalam lima tahun terakhir, menyoroti masalah-masalah yang dihadapi Jokowi saat mulai menjabat bulan depan.
Indonesia dan negara-negara ekonomi baru lainnya juga telah dihantam arus keluar mata uang asing tunai yang besar sejak Mei, ketika bank sentral AS memberi sinyal pertama kali bahwa mereka akan mengurangi program pembelian obligasi senilai US$85 miliar per bulan.
Jokowi telah berjanji menaikkan pertumbuhan PDB menjadi 7 persen dalam dua tahun dengan menarik investasi asing, terutama untuk sektor manufaktur dan memotong birokrasi, namun banyak ekonom yang merasa sasaran itu ambisius.
"Saya kira itu tidak akan terjadi pada 2015 karena normalisasi kebijakan AS, namun jika kita berbicara 2017, saya cukup optimistis," ujar Chatib pada peremuan media dengan Forum Investor CLSA di Hong Kong.
"Dengan meningkatkan infrastruktur, uang akan mengalir kembali ke Indonesia, kemudian dalam dua tahun, saya tidak akan terkejut jika kita berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi 7,0 persen," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa isu pembebasan tanah adalah salah satu dari kendala utama dalam membangun infrastruktur besar.
"Jika kita dapat menyelesaikan masalah pembebasan lahan, maka Anda tahu, ekonomi akan lepas landas," kata Chatib.
"Alasan mengapa kita memiliki pertumbuhan 5,2 persen (tahun ini) adalah karena kita harus memperlambat ekonomi untuk mengekang masalah defisit," ujar Chatib, menambahkan bahwa kebijakan itu akan tetap sampai akhir tahun.
Pemerintah memperkenalkan kenaikan tingkat bunga yang agresif tahun lalu bersama dengan langkah-langkah lain untuk memperlambat impor. (AFP)