Pejabat kedua pihak mengkonfirmasi adanya perjanjian gencatan senjata antara pemerintah dan Ali Mohsen al-Ahmar, jenderal Yaman yang bergabung dengan oposisi. Tapi, seorang saksi mata di Sana’a mengatakan kepada VOA, gencatan senjata ini hanya sementara dan tak akan berlangsung lama.
Selasa (25/10) pagi hari, petugas medis melaporkan dua orang tewas dan sedikitnya 40 orang lainnya cedera di Sana’a ketika pasukan keamanan menembaki demonstran yang menyerukan agar Presiden Ali Abdullah Saleh mundur.
Menurut saksi mata, demonstran berbaris di berbagai tempat sebelum diserang pendukung presiden dan pasukan keamanan pemerintah.
Kekerasan terparah dilaporkan terjadi di Lapangan Tahrir, Sana’a, yang namanya diubah menjadi “Lapangan Perubahan” (Change Square) oleh demonstran muda yang telah menggunakan tempat tersebut sebagai pusat pergerakan demonstrasi yang telah berlangsung selama lebih dari delapan bulan.
Situs internet harian Yemen Post melaporkan “pasukan pemerintah memblokade beberapa jalan utama untuk menghentikan gerak demonstran. Harian tersebut juga melaporkan bahwa penembak gelap menembaki massa.
Stephen Steinbeiser, Kepala American Institute for Yemeni Studies di Sana’a menyaksikan para pendukung pemerintah bergerak menghadang pendukung oposisi di Lapangan Perubahan.
“Ada sekitar 500 hingga 700 preman dalam dua kelompok berbeda, yang berjalan menuju Lapangan Tahrir, ada yang membawa pentung dan potongan potongan besi. Situasinya sangat berbahaya," ujar Steinbeiser.
Presiden Saleh mengatakan dua hari lalu ia siap memenuhi rencana perdamaian negara-negara Teluk dan resolusi DK PBB baru-baru ini yang memintanya mundur. Namun, harian Yemen Post mengatakan politisi di kedua pihak tetap skeptis, karena Presiden Saleh pernah membuat pernyataan-pernyataan serupa di masa lalu.
Stephen Steinbeiser mengatakan meskipun situasinya terus memburuk, Presiden Saleh masih merupakan orang terkuat di Yaman. "Kalau faksi lain bisa merebut dan mempertahankan kekuasaan, itu sudah akan terjadi,” kata Steinbeiser.
Walaupun demikian, Steinbeiser percaya orang-orang awam di Yaman lelah akan kekacauan itu dan ingin segala sesuatu kembali normal.