Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan fitur penyebaran video dan gambar di media sosial telah dapat digunakan kembali sejak Sabtu (25/5) siang. Kendati demikian, kata Semuel, Kominfo tetap akan memantau penyebaran informasi bohong di media sosial.
"Temuan kami ada 30 hoaks yang dibuat dan disebarkan lewat 1.932 url. Ada di Facebook (450 url), Instagram (591 url), Twitter (784 url), dan 1 LinkedIn. Ini semua tetap kita pantau," jelas Semuel Abrijani Pangerapan di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Sabtu (25/5).
Semuel menambahkan pemerintah akan merevisi aturan baru soal media sosial yang salah satunya mewajibkan penyedia layanan media sosial untuk membersihkan hoaks di platform mereka. Menurutnya, pemerintah akan memberikan sanksi mulai dari administrasi, denda hingga penutupan jika penyedia layanan tidak mentaati aturan yang akan dibuat tersebut.
"Kami akan menerbitkan suatu aturan baru. Jadi ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) yang kita revisi. Kami wajibkan ke platform secara aktif membersihkan berita bohong," tambah Semuel.
Menanggapi ini, peneliti Amnesty International Indonesia Papang Hidayat mengatakan, pencabutan kebijakan ini memang harus dilakukan dengan segera. Ia beralasan ancaman nasional yang menjadi dasar kebijakan ini tidak jelas. Apalagi, demo penolakan terhadap hasil Pilpres 2019 hanya terjadi di beberapa kota saja.
"Menurut kita itu langkah yang tidak memenuhi unsur proporsionalitas dan nesesitas. Pertama nesesitas, ancaman terhadap keamanan nasional yang masih abstrak itu sangat tidak bisa dibenarkan. Karena ancaman itu tidak konkret," jelas Papang.
Papang meminta pemerintah tidak mengambil kebijakan pembatasan fitur media sosial di masa mendatang. Sebab, pembatasan ini telah menghambat kerja pemantau hak asasi manusia dan jurnalis dalam aksi 21-22 Mei lalu.
Polisi Buru Penyebar Video yang Diduga Hoaks
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan polisi akan mengusut penyebar hoaks di masyarakat. Salah satunya yaitu akun di media sosial yang menyebarkan video pengeroyokan yang diduga dilakukan polisi terhadap warga di masjid sekitar Tanah Abang, Jakarta Pusat pada 22 Mei.
Dalam video tersebut dijelaskan seorang anak bernama Harun dikeroyok polisi hingga tewas. Namun, menurut Dedi, yang ditangkap polisi dalam video tersebut bukanlah Harun, melainkan Andi Bibir yang masih hidup.
"Pembuktiannya ada analisa yang dilakukan kepolisian dari video. Siapa sebenarnya orang yang ada di video, kemudian kita temukan jejak digitalnya ada celana pendek, ada kaos hitam. Dari penyidik melakukan pendalaman, dan kebetulan pada saat dilakukan penyisiran penyidik menemukan A alias Andi Bibir dan dibawa dirawat ke RS Kramat Jati," jelas Dedi.
Dedi menjelaskan Andi Bibir merupakan satu dari 11 tersangka yang ditangkap polisi saat kerusuhan pada aksi 22 Mei. Andi Bibir berperan sebagai pengumpul batu dan membawa air untuk rekan lainnya. Sementara tersangka lainnya berperan sebagai pelempar batu, botol kaca dan bambu. [sm/em]