Tautan-tautan Akses

Pemenjaraan Pemilik Media Georgia Kirim ‘Pesan Buruk’


Kelompok oposisi Georgia menggelar aksi menyuarakan dukungan terhadap perlindungan media independen di Tbilisi, pada 18 Mei 2022. Aksi tersebut dilakukan setelah Nika Gvaramia, seorang pembawa berita, dihukum kurungan penjara. (Foto: AFP/Vano Shlamov)
Kelompok oposisi Georgia menggelar aksi menyuarakan dukungan terhadap perlindungan media independen di Tbilisi, pada 18 Mei 2022. Aksi tersebut dilakukan setelah Nika Gvaramia, seorang pembawa berita, dihukum kurungan penjara. (Foto: AFP/Vano Shlamov)

Pemenjaraan seorang politisi yang menjadi pemilik media mengirimkan “pesan buruk” dari Georgia tentang komitmen negara itu pada kebebasan pers dan nilai-nilai Barat, ujar badan internasional dan kelompok hak asasi manusia.

Nika Gvaramia, direktur stasiun oposisi Mtavari TV, muncul di pengadilan di ibu kota, Tbilisi, pada Senin (16/5) dengan tuduhan merugikan kepentingan keuangan outlet media yang sebelumnya ia kelola.

Pengadilan memvonis Gvaramia atas penyalahgunaan kekuasaan ketika ia menjabat sebagai manajer umum dan direktur stasiun TV independen Rustavi 2. Ia lalu dijatuhi hukuman tiga tahun enam bulan penjara.

Pengacaranya, Dimitri Sadzaglishvili, mengatakan kepada media lokal bahwa mereka berencana mengajukan banding atas putusan tersebut.

Nika Gvaramia, dalam sebuah aksi demonstrasi di Tbilisi, Georgia, pada 19 Februari 2017.
Nika Gvaramia, dalam sebuah aksi demonstrasi di Tbilisi, Georgia, pada 19 Februari 2017.

Gvaramia meninggalkan Rustavi pada 2019 setelah Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa menguatkan keputusan Mahkamah Agung Georgia bahwa stasiun tersebut harus dikembalikan kepada salah satu pemilik sebelumnya.

Menanggapi pengambilalihan tersebut, Gvaramia menuduh pemerintah menggunakan sistem peradilan untuk memberikan kepemilikan kepada Kibar Khalvashi, seorang pengusaha yang dipandang setia kepada partai Georgian Dream yang berkuasa.

Baik Gvaramia maupun tokoh lain di media oposisi Georgia mengatakan mereka yakin partai yang berkuasa berusaha membungkam media yang kritis.

Menanggapi permintaan wawancara dari VOA, juru bicara Kedutaan Besar Georgia di Washington mengatakan bahwa kedutaan “akan menahan diri untuk tidak berkomentar” mengenai kasus tersebut.

Para pendukung dari Partai Impian (Dream Party) di Georgia turun ke jalan menjelang pemilu di kota Tbilisi, Georgia, pada 27 Oktober 2021. (Foto: Reuters/Irakli Gedenidze)
Para pendukung dari Partai Impian (Dream Party) di Georgia turun ke jalan menjelang pemilu di kota Tbilisi, Georgia, pada 27 Oktober 2021. (Foto: Reuters/Irakli Gedenidze)

Selain bekerja di media, Gvaramia sebelumnya terlibat dalam politik, memegang jabatan Menteri Kehakiman dan Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan di bawah mantan Presiden Mikheil Saakashvili pada 2007 dan 2008.

Ia juga merupakan salah seorang pengacara yang mewakili Saakashvili, yang dipenjara pada Oktober 2021 sekembalinya ke Georgia setelah delapan tahun berada di pengasingan. Pengadilan menghukum mantan presiden itu in absentia dengan tuduhan penyalahgunaan kekuasaan.

Reaksi Internasional

Penangkapan seorang tokoh media terkemuka memicu kecaman internasional. Para analis dan kelompok-kelompok hak asasi menyebut kasus itu bermotif politik.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Georgia mengatakan kasus itu mempertanyakan komitmen Georgia terhadap nilai-nilai Barat.

“Sejak awal, kasus ini telah menimbulkan pertanyaan, termasuk tentang waktu dan dakwaannya,” bunyi pernyataan kedutaan AS. Kedubes itu menambahkan bahwa putusan itu “menimbulkan pertanyaan akan komitmen Georgia pada supremasi hukum, dan selanjutnya menunjukkan pentingnya memiliki peradilan yang independen dan tidak memihak.”

Anggota parlemen Uni Eropa, Rasa Jukneviciene, mencatat bahwa penangkapan itu terjadi ketika Georgia berusaha mengajukan aplikasi keanggotaan ke Uni Eropa.

“Ini satu lagi pesan buruk dari Georgia, sehubungan dengan upaya rakyat Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa suatu hari nanti,” kata Jukneviciene, seorang politisi dari Lithuania, kepada VOA.

Georgia mengajukan aplikasi keanggotaan ke Uni Eropa pada awal Maret, tidak lama setelah Rusia menginvasi Ukraina. [lt/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG