PARIS —
Laporan-laporan berita mengatakan demonstran memadati jalan utama Habib Bourguiba di pusat kota Tunis hari Rabu, berteriak "memalukan, memalukan" untuk mengecam pembunuhan politisi sayap kiri Chokri Belaid.
Demonstrasi lainnya bermunculan di kota-kota di seluruh Tunisia, pemandangan tersebut mengingatkan revolusi besar negara itu yang berlangsung damai dua tahun lalu.
Pemimpin oposisi Popular Front, Chokri Belaid ditembak mati beberapa jam sebelumnya di depan rumahnya di Tunis. Pembunuhan itu mengejutkan dan memicu kemarahan serta kekhawatiran bahwa pihak ekstremis agama berusaha menggagalkan transisi Tunisia menuju demokrasi.
Berbicara di hadapan Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis, Presiden Tunisia Moncef Marzouki mengatakan negaranya memiliki banyak musuh yang menhendaki kegagalan revolusi. Ia mengecam "pembunuhan kejam" Belaid, yang digambarkannya sebagai sahabat lama. Ia mengatakan Tunisia menentang pesan-pesan yang disampaikan oleh "musuh-musuh revolusi."
Sejumlah politisi juga mengecam kematian Belaid, termasuk Partai Ennahda Islam yang berkuasa. Ketua partai, Ghannouchi Rached, mengecam pembunuhan itu, katanya para pembunuh menghendaki "pertumpahan darah" di Tunisia.
Tetapi, beberapa pengecam, termasuk anggota keluarga Belaid, secara terbuka menuduh Partai Ennahda bertanggung jawab atas kematiannya. Belaid sendiri sebelumnya mengecam keras kegagalan Ennahda mengendalikan anggotanya yang ekstrimis dan mengancam pihak oposisi.
Tuduhan-tuduhan itu juga ditegaskan lagi hari Rabu oleh seorang sahabat Belaid, Moctar Jelali.
Diwawancarai oleh Radio France International, Jelali mengatakan pembunuhan itu merupakan bagian dari siasat yang lebih besar oleh pihak radikal yang hendak mengacau. Ia menuduh pemerintah lengah.
Dipandang sebagai tempat lahirnya kebangkitan negara-negara Arab, Tunisia berhasil menghindari pertumpahan darah yang meluas seperti pemberontakan yang terjadi di Libya dan Suriah. Namun negara di Afrika Utara itu kesulitan dalam menanggapi meningkatnya kekerasan, bentrokan politik dan pengangguran yang tinggi, disamping masalah-masalah lainnya.
Demonstrasi lainnya bermunculan di kota-kota di seluruh Tunisia, pemandangan tersebut mengingatkan revolusi besar negara itu yang berlangsung damai dua tahun lalu.
Pemimpin oposisi Popular Front, Chokri Belaid ditembak mati beberapa jam sebelumnya di depan rumahnya di Tunis. Pembunuhan itu mengejutkan dan memicu kemarahan serta kekhawatiran bahwa pihak ekstremis agama berusaha menggagalkan transisi Tunisia menuju demokrasi.
Berbicara di hadapan Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis, Presiden Tunisia Moncef Marzouki mengatakan negaranya memiliki banyak musuh yang menhendaki kegagalan revolusi. Ia mengecam "pembunuhan kejam" Belaid, yang digambarkannya sebagai sahabat lama. Ia mengatakan Tunisia menentang pesan-pesan yang disampaikan oleh "musuh-musuh revolusi."
Sejumlah politisi juga mengecam kematian Belaid, termasuk Partai Ennahda Islam yang berkuasa. Ketua partai, Ghannouchi Rached, mengecam pembunuhan itu, katanya para pembunuh menghendaki "pertumpahan darah" di Tunisia.
Tetapi, beberapa pengecam, termasuk anggota keluarga Belaid, secara terbuka menuduh Partai Ennahda bertanggung jawab atas kematiannya. Belaid sendiri sebelumnya mengecam keras kegagalan Ennahda mengendalikan anggotanya yang ekstrimis dan mengancam pihak oposisi.
Tuduhan-tuduhan itu juga ditegaskan lagi hari Rabu oleh seorang sahabat Belaid, Moctar Jelali.
Diwawancarai oleh Radio France International, Jelali mengatakan pembunuhan itu merupakan bagian dari siasat yang lebih besar oleh pihak radikal yang hendak mengacau. Ia menuduh pemerintah lengah.
Dipandang sebagai tempat lahirnya kebangkitan negara-negara Arab, Tunisia berhasil menghindari pertumpahan darah yang meluas seperti pemberontakan yang terjadi di Libya dan Suriah. Namun negara di Afrika Utara itu kesulitan dalam menanggapi meningkatnya kekerasan, bentrokan politik dan pengangguran yang tinggi, disamping masalah-masalah lainnya.