Pembebasan narapidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, rupanya belum pasti. Padahal dalam jumpa pers bersama antara Tim Pengacara Muslim dengan Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Sabtu pekan lalu, dinyatakan Presiden Joko Widodo telah menyetujui pelepasan Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan.
Yusril adalah orang yang diutus Joko Widodo menemui Ba'asyir di Gunung Sindur, Jumat (18/1) minggu lalu, untuk memberitahu rencana pemerintah membebaskan pria 81 tahun tersebut.
Rupanya pernyataan bersama itu menyulut polemik. Sekretaris Jenderal Partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menegaskan kalau Ba'asyir - salah satu pendiri Jamaah Islamiyah - menolak menandatangani surat pernyataan setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Ba'asyir lebih baik pindah ke negara lain.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta Joko Widodo tidak terburu-buru membuat keputusan untuk membebaskan Ba'asyir. Dia mengatakan rencana pembebasan Ba'asyir harus dikaji lebih dalam.
Usai sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (22/1), Staf Ahli Menko Polhukam, Sri Yunanto, mengatakan belum jelasnya pembebasan Ba'asyir karena masih ada ganjalan apakah prosesnya memenuhi syarat administrasi atau tidak, yakni ada sejumlah dokumen yang mesti ditandatangani oleh Ba'asyir.
Yunanto meyakini Joko Widodo tidak akan melanggar aturan terkait rencana pembebasan Ba'asyir, apalagi terkait mengenai hal yang mendasar, yakni kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI.
"Apalagi sudah dikenal ustad Abu itu kan menulis buku tazkirah. Itu sudah serangannya terhadap negara, anti-Pancasila. Sebenarnya itu mengklarifikasikan. Hambatannya itu mungkin di situ. Ke mana arahnya? Belum tahu," kata Yunanto.
Yunanto menyetujui pembebasan Ba'asyir atas pertimbangan kemanusiaan. Karena usianya sudah tua dan sakit-sakitan, dia menilai lebih baik membiarkan Ba'asyir menghabiskan sisa umurnya bersama keluarganya.
Pembebasan Ba'asyir Bisa Jadi Preseden bagi Tahanan Lainnya
Wakil Direktur Sekolah Kajian Strategic dan Global Universitas Indonesia, Benny Mamoto menjelaskan jika memang pertimbangannya kemanusiaan, maka langkah yang perlu dilakukan adalah meminta rekomendasi dokter.
Kalau memang sangat mendesak untuk menjalani pengobatan, lanjut Benny, maka ia menyarankan supaya Ba'asyir segera dikirim ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Langkah ini, menurutnya, dilakukan sambil menunggu proses yang sedang berjalan, yakni mengkaji aspek hukum yang berlaku terkait dengan rencana pembebasan Ba'asyir.
Sebab, pembebasan Ba'asyir atas alasan kemanusiaan, yakni usia sepuh dan kondisi kesehatan memburuk, dapat menjadi preseden bagi tahanan lain dalam keadaan serupa untuk menuntut perlakukan yang sama dengan Ba'asyir. Karena itu, Benny meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang supaya pembebasan Ba'asyir tidak memicu kontroversi.
Benny tidak mau secara gamblang menjelaskan apakah Ba'asyir masih membahayakan kalau berada di luar penjara. Dia menyebut aparat keamanan memiliki strategi dan cara untuk mendeteksi dan mengawasi Ba'asyir.
"Beliau adalah figur yang menjadi panutan, figur yang menjadi teladan, dan figur yang didengar oleh pengikutnya. Tentunya faktor usia, faktor kondisi tidak banyak berpengaruh, karena yang berpengaruh adalah apa yang diucapkan," tukas Benny.
Analis Radikalisme dan Terorisme Rakyan Adi Brata memuji langkah pemerintah untuk membebaskan Ba'asyir atas alasan kemanusiaan. Dalam penanganan terorisme lanjutnya memang dibutuhkan pendekatan lunak dan bukan hanya tindakan tegas saja.
Meski begitu, untuk mengantisipasi dampak negatifnya, Rakyan menyarankan kepada pemerintah agar rencana pembebasan Ba'asyir mengikuti proses aturan dan hukum yang berlaku.
Rakyan menilai Ba'asyir mendekam atau bebas dari penjara tidak mempengaruhi kelompok teroris dalam melakukan aksinya.
"Ada Abu Bakar Ba'asyir keluar atau di dalam penjara, aksi terorisme akan terus berjalan. Karena konsep dasar yang dilakukan oleh ISIS itu tidak harus ada keputusan jamaah, tidak seperti Jamaah Islamiyah yang harus dirapatkan untuk menentukan target dan sasaran. Amaliahnya ISIS bisa di manapun, kapanpun," kata Rakyan.
Sesuai dengan fatwa ISIS sebelumnya, kata Rakyan, kalau memang tidak mampu berangkat ke Suriah, serangan bunuh diri bisa dilakukan di mana saja, bahkan dengan menggunakan pisau dapur.
Rakyan menekankan jangan melanggar aturan hanya karena ingin memberi keistimewaan kepada satu orang. Dia menambahkan barangkali ada celah hukum lain yang dapat memuluskan rencana buat mengeluarkan Ba'asyir dari penjara. [fw/em]