Mulai awal 2011 mendatang mobil produksi di atas tahun 2005 dilarang menggunakan BBM jenis premium. Premium akan dikhususkan untuk motor dan kendaraan umum. Rencana semula pembatasan penggunaan BBM bersubsidi diberlakukan pada Juli lalu, namun batal dan diundur hingga Oktober yang kemungkinan juga batal. Pemerintah menilai berbagai persiapan yang dibutuhkan untuk menunjang program tersebut belum maksimal dan khawatir implementasinya tidak lancar. Selain itu, komisi VII DPR RI yang membidangi masalah energi, juga belum menyetujui program tersebut karena stok premium dalam negeri dinilai masih cukup.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Saleh di Jakarta, menjelaskan pada hari Rabu, meskipun saat ini hingga tahun depan stok premium cukup, namun pemerintah akan tetap memberlakukan program pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. Menurut Darwin Saleh, pemerintah justru sudah berpikir jangka panjang agar premium jangan sampai defisit, sehingga akan menganggu roda perekonomian dalam negeri.
“Pengetatan bagi mereka yang tidak berhak mendapat subsidi, akan kita lakukan dan Insya Allah harus berjalan. Yang kurang dari kita bangsa Indonesia adalah bersikap ketat. Justru dalam keadaan longgar, kita baru bersikap ketat kalau sudah ketat, akhirnya tidak ada nafas lagi,” kata Darwin.
Pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dimaksudkan juga agar subsidi tepat sasaran, yaitu untuk masyarakat kurang mampu karena saat ini banyak mobil mewah menggunakan premium.
Pengamat ekonomi dan sosial dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latief Adam berpendapat langkah pemerintah memang sudah tepat dalam memberlakukan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi setelah berbagai program untuk mengatasi kemiskinan diluncurkan. Di antaranya bantuan langsung tunai (BLT), pembagian beras untuk masyarakat miskin (Raskin) serta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
“Satu kebijakan itu pasti ada permasalahannya. Masalahnya, itu seharusnya di off-side dengan kebijakan yang lain,” jelas Latief Adam.
Lebih lanjut Latief berharap pembatasan penggunaan BBM bersubsidi harus menjadi prioritas program kerja pemerintah tahun depan. Oleh karena itu, DPR pun harus serius bekerja termasuk mengatasi kemiskinan sehingga mampu mengawasi program-program pemerintah termasuk pembatasan penggunaan BBM bersubsidi.
“Kalau misalkan tidak tercapai karena alasannya teknikal, katakanlah karena siklus ekonomi, segala macam yang tidak bisa dihindari itu OK, itu ditoleransi oleh parlemen. Tetapi kalau misalkan kesalahannya karena manajemen, masalah administrasi, itu ada sanksinya,” jelas Latief lagi.
Subsidi BBM tahun depan sebesar 90,8 trilyun rupiah, naik dibanding tahun ini besar 89 trilyun rupiah. Pemerintah akan terus berupaya agar sasaran subsidi tepat, sehingga alokasi dana subsidi bisa ditekan dan tidak terus membebani anggaran negara.