Tautan-tautan Akses

Pejabat Kesehatan AS Sebut Pembatasan Baru COVID-19 “Tanggapan Tepat”


Sebuah poster informasi di sebuah toko swalayan di di Rosemont, Illinois, 26 Agustus 2021.
Sebuah poster informasi di sebuah toko swalayan di di Rosemont, Illinois, 26 Agustus 2021.

Pejabat kesehatan Amerika Serikat (AS), Surgeon General Vivek Murthy, Minggu (12/9), membela arahan baru Presiden Joe Biden yang mengharuskan jutaan pekerja untuk divaksinasi vaksin COVID-19 atau terancam kehilangan pekerjaan mereka, meskipun ada tentangan luas dari gubernur-gubernur negara bagian yang berasal dari Partai Republik.

“Ini bukan langkah yang tidak biasa,” ujar Murthy dalam acara “This Week” di stasiun televisi ABC. “Ini tanggapan yang tepat!”

Dengan adanya sekitar 150 ribu kasus baru virus corona varian Delta dan lebih dari 1.500 kematian setiap hari di Amerika Serikat (AS), Biden pekan lalu memerintahkan perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih untuk mewajibkan vaksinasi bagi pekerja mereka atau mengharuskan mereka menjalani uji medis COVID-19 setiap minggu jika menolak vaksinasi.

Surgeon General Dr. Vivek Murthy dalam jumpa pers harian di Gedung Putih, Washington, 15Juli 2021. (AP Photo/Susan Walsh)
Surgeon General Dr. Vivek Murthy dalam jumpa pers harian di Gedung Putih, Washington, 15Juli 2021. (AP Photo/Susan Walsh)

Mandat baru yang disampaikan Biden itu dapat menimbulkan dampak pada sekitar 80 juta pekerja yang menjadi penggerak perekonomian, yang berpotensi kehilangan pekerjaan mereka jika menolak vaksinasi atau uji medis COVID-19.

Presiden juga memerintahkan sekitar 2,5 juta pegawai negeri sipil (PNS) yang dipekerjakan oleh pemerintah untuk divaksinasi jika mereka belum divaksinasi, dan menyudahi opsi sebelumnya yang hanya mengharuskan mereka mengikuti uji medis COVID-19 setiap minggu, jika memilih tidak mau divaksinasi.

Sebagian perusahaan besar telah mulai mengharuskan vaksinasi dan sejumlah eksekutif di perusahaan-perusahaan besar telah menyampaikan dukungan atas perintah Biden itu. Namun, sebagian dari 19 gubernur – yang berasal dari Partai Republik dan kerap mengkritik kebijakan presiden dari Partai Demokrat itu – menentang perintah tersebut, dan mengatakan sedang mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan hukum.

Gubernur negara bagian Nebraska, Pete Ricketts, dalam acara “Fox News Sunday” menunjukkan bahwa perintah presiden itu merupakan “campur tangan berlebihan” oleh pemerintah federal.

Ricketts mengatakan ia telah mendengar dari banyak pekerja yang khawatir mereka akan dipecat jika menolak divaksinasi. “Anda seharusnya tidak membuat mereka memilih antara bisa tetap bekerja atau divaksinasi,” ujar Ricketts.

Ditambahkannya, “ada begitu banyak orang yang bahkan tidak tahu siapa yang dapat dipercaya saat ini,” meskipun regulator kesehatan federal telah memberikan persetujuan penuh pada vaksin Pfizer-BioNTech dan penggunaan darurat bagi vaksin Moderna – dua jenis vaksin yang paling sering diberikan pada warga di Amerika.

Ricketts mengatakan bagi sebagian orang, keengganan itu “merupakan hasil dari apa yang dilakukan Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control/CDC) yang berubah-ubah dalam banyak isu,” seperti apakah mereka harus mengenakan masker atau tidak jika sudah divaksinasi, atau karena hal lain. “Vaksinasi sedianya menjadi pilihan pribadi, bukan sesuatu yang dimandatkan pemerintah,” tambahnya.

Gubernur lain dari Partai Republik, yaitu Asa Hutchinson dari negara bagian Arkansas, dalam “Meet the Press” di stasiun televisi NBC mengatakan “ini adalah virus mematikan yang sangat serius, dan kita semua bersama-sama berupaya meningkatkan vaksinasi pada warga.”

Namun, tambahnya “masalah yang hendak saya coba atasi adalah keenganan warga. Langkah presiden yang mewajibkan vaksinasi semakin memperkuat keengganan itu.”

Negara-negara bagian di seluruh Amerika secara rutin mengharuskan anak-anak untuk divaksinasi vaksin untuk mencegah penyakit menular. Hutchinson mengatakan keharusan semacam itu “selalu datang dari tingkat lokal, bukan dari tingkat pusat.” [em/jm]

XS
SM
MD
LG