Dalam laporan terbaru mereka kepada Dewan Hak Asasi PBB, para penyelidik menyatakan pertempuran di Suriah semakin meningkat sejak Juli. Konflik di Suriah semakin meluas, melibatkan antar golongan, radikal dan bersifat militer.
Mereka menyatakan pelanggaran yang dilakukan pemberontak berbeda skalanya dengan yang dilakukan pasukan pemerintah, tetapi kedua pihak didapati menggunakan tentara anak-anak.
Laporan itu juga mengimbau masyarakat internasional agar mengendalikan pasokan senjata ke Suriah dengan pertimbangan dampak senjata-senjata itu ke wilayah yang lebih luas. Laporan tersebut juga merekomendasikan solusi politik bagi krisis yang telah berlangsung dua tahun, seraya menyatakan tidak ada alternatif.
Di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov hari Senin (11/3) mengatakan situasi di Suriah tidak membaik.
Sergei Lavrov bertemu dengan para pemimpin oposisi Suriah yang tidak menjadi bagian dari kelompok oposisi utama Koalisi Nasional Suriah, dan menekankan sikap negaranya bahwa solusi apapun bagi krisis Suriah harus berasal dari dalam Suriah sendiri.
Sementara itu, para aktivis, Senin (11/3) menyatakan bahwa pesawat-pesawat tempur Suriah membombardir distrik Baba Amr di kota Homs, Suriah Tengah, di mana pemberontak melancarkan ofensif hari Minggu (10/3) untuk merebut kembali salah satu bekas kubu pertahanan mereka. Pasukan pemerintah mengusir pemberontak keluar dari distrik itu setahun silam dalam pertempuran satu bulan yang menewaskan ratusan orang.
Di lain pihak, cabang al-Qaida di Irak menyatakan bertanggungjawab atas penyergapan pekan lalu yang menewaskan 48 tentara Suriah dan sembilan pengawal Irak.
Negara Islam Irak memuat pernyataan di internet hari Senin (11/3) yang mengklaim serangan di provinsi Anbar di bagian barat Irak, yang terjadi di saat para tentara sedang diangkut dalam iring-iringan mobil kembali ke perbatasan Suriah.
Para tentara itu melarikan diri ke Irak dari Suriah pada saat terjadi bentrokan dengan pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Mereka menyatakan pelanggaran yang dilakukan pemberontak berbeda skalanya dengan yang dilakukan pasukan pemerintah, tetapi kedua pihak didapati menggunakan tentara anak-anak.
Laporan itu juga mengimbau masyarakat internasional agar mengendalikan pasokan senjata ke Suriah dengan pertimbangan dampak senjata-senjata itu ke wilayah yang lebih luas. Laporan tersebut juga merekomendasikan solusi politik bagi krisis yang telah berlangsung dua tahun, seraya menyatakan tidak ada alternatif.
Di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov hari Senin (11/3) mengatakan situasi di Suriah tidak membaik.
Sergei Lavrov bertemu dengan para pemimpin oposisi Suriah yang tidak menjadi bagian dari kelompok oposisi utama Koalisi Nasional Suriah, dan menekankan sikap negaranya bahwa solusi apapun bagi krisis Suriah harus berasal dari dalam Suriah sendiri.
Sementara itu, para aktivis, Senin (11/3) menyatakan bahwa pesawat-pesawat tempur Suriah membombardir distrik Baba Amr di kota Homs, Suriah Tengah, di mana pemberontak melancarkan ofensif hari Minggu (10/3) untuk merebut kembali salah satu bekas kubu pertahanan mereka. Pasukan pemerintah mengusir pemberontak keluar dari distrik itu setahun silam dalam pertempuran satu bulan yang menewaskan ratusan orang.
Di lain pihak, cabang al-Qaida di Irak menyatakan bertanggungjawab atas penyergapan pekan lalu yang menewaskan 48 tentara Suriah dan sembilan pengawal Irak.
Negara Islam Irak memuat pernyataan di internet hari Senin (11/3) yang mengklaim serangan di provinsi Anbar di bagian barat Irak, yang terjadi di saat para tentara sedang diangkut dalam iring-iringan mobil kembali ke perbatasan Suriah.
Para tentara itu melarikan diri ke Irak dari Suriah pada saat terjadi bentrokan dengan pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad.