PBB mengatakan situasi kemanusiaan di bagian utara Ethiopia sudah “mengkhawatirkan,” dan kondisi tersebut menimbulkan dampak terhadap akses warga sipil pada layanan medis dan bisnis komersil.
Konflik di wilayah Tigray, yang dimulai pada November 2020, telah menewaskan ribuan orang di negara dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Afrika itu.
Dalam beberapa bulan terakhir ini, konflik di negara berpenduduk 115 juta jiwa itu mulai mereda di tengah upaya mediasi yang berjalan lambat.
Tetapi pada minggu lalu, juru bicara Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengatakan kepada wartawan bahwa pihak berwenang Tigray “menolak melakukan perundingan damai.”
Pemerintah Ethiopia mengatakan siap berunding, tetapi bersikeras agar Uni Eropa memimpin upaya mediasi tersebut.
Pihak otoritas Tigray telah mengecam upaya Uni Afrika itu dan mendesak segera dimulainya kembali layanan telepon, perbankan dan sejumlah layanan lainnya yang sebagian besar terputus sejak perang dimulai. Pernyataan dari otoritas Tigray pada minggu lalu mengecam pemerintah federal yang dinilai tidak tertarik pada perundingan damai.
Konflik tersebut telah menciptakan krisis kemanusiaan bagi jutaan orang yang terdampak pertempuran di Amhara dan kawasan Afar yang bertetangga dengannya. Sementara itu ribuan warga Tigray kini hidup di kamp-kamp pengungsi di Sudan. [em/jm]
Forum