Tautan-tautan Akses

PBB: Lebih dari 300 Wartawan Afghanistan Alami Pelanggaran HAM di Era Taliban


Jurnalis Afghanistan menghadiri konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 13 Februari 2022. (Foto: AP)
Jurnalis Afghanistan menghadiri konferensi pers di Kabul, Afghanistan, 13 Februari 2022. (Foto: AP)

Tim PBB mencatat antara kembalinya Taliban pada Agustus 2021 hingga akhir September, sebanyak 336 wartawan dan pekerja media mengalami pelanggaran hak asasi manusia.

Laporan yang diterbitkan oleh PBB pada Selasa (26/11) mengungkapkan bahwa lebih dari 300 wartawan Afghanistan telah menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021. PBB berhasil mendokumentasikan puluhan kasus penyiksaan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap mereka.

Industri media Afghanistan merosot tajam selama tiga tahun pemerintahan Taliban karena banyak wartawan yang menghadapi pelanggaran HAM. Pemantau internasional mengkritik Taliban atas dugaan pelanggaran terhadap kebebasan pers, termasuk ancaman terhadap wartawan dan penutupan media.

Studi yang dilakukan Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) dan Kantor Hak Asasi Manusia yang berpusat di Jenewa mengatakan wartawan dan outlet media "beroperasi di bawah kondisi penyensoran dan pembatasan ketat".

Tim PBB mencatat antara kembalinya Taliban pada Agustus 2021 hingga akhir September, sebanyak 336 wartawan dan pekerja media mengalami pelanggaran HAM. Laporan tersebut mencatat kejadian-kejadian yang berdampak pada kebebasan pers di Afghanistan selama periode tersebut.

Jurnalis meliput aksi protes perempuan yang mendukung rezim Taliban di depan kedutaan AS di Kabul pada 26 Januari 2022. (Foto: AFP)
Jurnalis meliput aksi protes perempuan yang mendukung rezim Taliban di depan kedutaan AS di Kabul pada 26 Januari 2022. (Foto: AFP)

Laporan itu juga mencatat adanya 256 kejadian "penangkapan dan penahanan sewenang-wenang", 130 kejadian "penyiksaan dan perlakuan buruk", dan 75 kejadian "ancaman atau intimidasi".

Kepala UNAMA, Roza Otunbayeva, menyatakan bahwa wartawan di Afghanistan sering kali dihadapkan pada aturan yang tidak jelas mengenai apa yang boleh atau tidak boleh mereka laporkan. Hal ini meningkatkan risiko intimidasi dan penahanan sewenang-wenang, terutama jika mereka dianggap mengkritik penguasa.

Wakil Menteri Informasi Hayatullah Muhajir Farahi baru-baru ini mengatakan media diizinkan untuk beroperasi jika mereka menghormati "nilai-nilai Islam, kepentingan negara yang lebih tinggi, budaya dan tradisinya".

Sebelum Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, Afghanistan memiliki sekitar 8.400 pekerja media, termasuk 1.700 perempuan. Namun, setelah pengambilalihan tersebut, industri media negara itu mengalami penurunan drastis.

Kini hanya 5.100 orang yang masih bekerja di bidang tersebut -- termasuk 560 perempuan -- menurut orang-orang yang bekerja di industri tersebut, karena pemerintah Taliban memberlakukan sejumlah pembatasan, termasuk melarang perempuan memasuki ruang publik.

Indeks kebebasan pers Afghanistan merosot ke peringkat 178 dari 122 sejak 2021. Indeks tersebut dikeluarkan oleh Reporters Without Borders, yang mencakup 180 negara. [ah/es]

Forum

XS
SM
MD
LG