Tautan-tautan Akses

PBB: Konflik Masuki Tahun ke-7, Warga Yaman Tetap Terabaikan


Anak-anak Yaman berjalan di dekat kamp pengungsi di kota Marib (foto: ilustrasi).
Anak-anak Yaman berjalan di dekat kamp pengungsi di kota Marib (foto: ilustrasi).

Sejumlah pakar HAM PBB mengatakan masyarakat internasional meninggalkan jutaan warga Yaman dalam penderitaan dan keputusasaan yang tak tertahankan ketika Yaman memiliki tahun ketujuh perang saudara yang tidak berkesudahan. Pernyataan itu muncul ketika tiga anggota Kelompok Pakar Terkemuka Untuk Kawasan dan Internasional di PBB menyajikan temuannya menjelang disampaikannya laporan pada Dewan HAM PBB minggu depan.

PBB memperkirakan lebih dari 1.200 warga sipil di Yaman tewas atau luka-luka tahun ini. Jumlah tersebut melampaui lebih dari 20.000 warga sipil yang tewas terbunuh atau luka-luka sejak perang dimulai tahun 2015.

Selain itu kantor kemanusiaan PBB melaporkan sekitar 233.000 orang meninggal karena berbagai penyebab yang berkaitan dengan kelaparan, penyakit, kurangnya perawatan kesehatan, kesulitan ekonomi dan penyebab tidak langsung lainnya.

Petugas memeriksa jenazah korban serangan udara Saudi di rumah sakit Dhamar, Yaman (foto: dok). Lebih dari 20 ribu warga sipil tewas dalam konflik selama 6 tahun.
Petugas memeriksa jenazah korban serangan udara Saudi di rumah sakit Dhamar, Yaman (foto: dok). Lebih dari 20 ribu warga sipil tewas dalam konflik selama 6 tahun.

Pakar HAM terkemuka Ardi Imsels mengatakan warga sipil terus membayar harga tertinggi dalam konflik ini ketika mereka tenggelam lebih dalam pada kemiskinan, kelaparan, penderitaan dan keputusasaan.

“Tahun ini kelompok pakar terkemuka terus memiliki alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa semua pihak dalam konflik ini telah melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional, sebagian diantaranya mungkin merupakan kejahatan perang. Seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya, tidak ada tangan yang bersih dalam konflik ini,” tukasnya.

Kelompok dewan pakar terkemuka itu menuduh pemerintah Yaman – yang didukung Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, dan pemberontak Houthi-Syiah yang didukung Iran – telah melakukan berbagai kekejaman. Laporan itu mendokumentasikan banyak serangan udara di daerah berpenduduk yang dilakukan oleh koalisi pimpinan Arab Saudi. Juga serangan tembakan membabibuta yang dilakukan kelompok Houthi.

Beragamnya pelanggaran yang dilakukan semua pihak antara lain mencakup penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender lainnya. Melihat penderitaan luar biasa yang dialami warga Yaman, pakar HAM terkemuka Melissa Parke mengatakan situasi di Yaman ini seharusnya menjadi agenda utama internasional.

Petugas medis merawat seorang anak di rumah sakit Sanaa (foto: dok). Banyak anak Yaman menderita malnutrisi akibat perang dan kekurangan pangan.
Petugas medis merawat seorang anak di rumah sakit Sanaa (foto: dok). Banyak anak Yaman menderita malnutrisi akibat perang dan kekurangan pangan.

“Kami melihat satu generasi anak-anak yang kerusakannya tidak dapat diperbaiki lagi, dipaksa menjadi tentara anak-anak, tidak memperoleh hak-hak fundamental atas makanan dan pendidikan, untuk mendapat perawatan kesehatan. Sebelum perang, Yaman sudah bersifat patriarki, tetapi situasi bagi kaum perempuan kini semakin memburuk karena konflik itu, adanya pemindahan (warga, red.) terkait kemiskinan ekstrem dan aksi kekerasan tanpa pandang bulu,” ungkapnya.

Kelompok itu mengatakan impunitas atas kejahatan ini harus diakhiri. Pelaku-pelakunya harus dimintai pertanggungjawaban dan diadili.

Kelompok pakar terkemuka ini menyerukan negara-negara untuk menghentikan semua pengalihan senjata pada pihak-pihak, yang menurut mereka, memicu konflik.

Laporan itu berisi apa yang disebut sebagai daftar tidak lengkap negara-negara yang menyediakan senjata kepada pihak-pihak yang bertikai di Yaman, antara lain : Kanada, Perancis, Iran, Inggris dan Amerika. [em/jm]

XS
SM
MD
LG