Isu Iklim
- Associated Press
PBB: Kekeringan Akibat El Nino Sebabkan Krisis Kelaparan Terparah di Afrika Bagian Selatan

Sejumlah lembaga bantuan lainnya juga mengatakan bahwa kekeringan di Afrika selatan ini sangat parah. Lembaga bantuan Amerika Serikat, USAID, mengatakan pada Juni bahwa kekeringan ini merupakan kekeringan yang paling parah dalam 100 tahun terakhir.
Kondisi kekeringan yang terjadi selama berbulan-bulan di Afrika bagian selatan akibat fenomena cuaca El Nino telah berdampak buruk pada lebih dari 27 juta orang dan menyebabkan krisis kelaparan terburuk di wilayah itu dalam beberapa dekade, kata badan pangan PBB pada Selasa (15/10).
Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa hal ini bisa menjadi “bencana manusia berskala besar”.
Lima negara – Lesotho, Malawi, Namibia, Zambia dan Zimbabwe – telah menyatakan status bencana nasional atas kondisi kekeringan dan kelaparan tersebut. WFP memperkirakan bahwa sekitar 21 juta anak di Afrika bagian selatan mengalami kekurangan gizi akibat gagal panen.
Puluhan juta orang di wilayah ini bergantung pada pertanian skala kecil yang diairi oleh hujan untuk memperoleh makanan dan untuk mendapatkan uang guna membeli kebutuhan.
Sebelumnya, sejumlah lembaga bantuan memperingatkan adanya potensi bencana pada akhir tahun lalu karena El Nino, yang terjadi secara alamiah, menyebabkan curah hujan di seluruh wilayah tersebut berada pada level di bawah rata-rata; sementara dampaknya diperburuk oleh pemanasan suhu yang terkait dengan perubahan iklim.
“Ini adalah krisis pangan terburuk dalam beberapa dekade terakhir,” kata juru bicara WFP Tomson Phiri. “Bulan Oktober di Afrika bagian selatan menandai dimulainya musim paceklik, dan setiap bulannya diperkirakan akan lebih buruk daripada bulan sebelumnya sampai panen tahun depan di bulan Maret dan April.”
“Pertanian gagal panen, ternak mati dan anak-anak beruntung bisa mendapatkan satu kali makan per hari.”
Lima negara yang menyatakan bencana kekeringan telah memohon bantuan internasional; sementara Angola di pantai barat Afrika dan Mozambik di pantai timur juga “terkena dampak yang parah,” kata Phiri, yang menunjukkan sejauh mana kekeringan telah melanda wilayah tersebut.
“Situasinya sangat mengerikan,” kata Phiri. Ia mengatakan bahwa WFP membutuhkan sekitar $369 juta untuk memberikan bantuan segera, tetapi baru menerima seperlima dari jumlah tersebut di tengah kekurangan sumbangan.
WFP telah mulai membantu dengan bantuan makanan dan “dukungan mendesak” lainnya atas permintaan berbagai pemerintah di wilayah tersebut, katanya.
Phiri mencatat bahwa krisis di Afrika Selatan terjadi ketika “kebutuhan global yang melonjak” dengan bantuan kemanusiaan yang juga sangat dibutuhkan di Gaza, Sudan, dan tempat-tempat lainnya.
Sejumlah lembaga bantuan lainnya juga mengatakan bahwa kekeringan di Afrika selatan ini sangat parah. Lembaga bantuan Amerika Serikat, USAID, mengatakan pada Juni bahwa kekeringan ini merupakan kekeringan yang paling parah dalam 100 tahun terakhir selama musim tanam Januari hingga Maret, yang memusnahkan sebagian besar tanaman dan makanan bagi jutaan orang.
El Nino, sebuah fenomena cuaca yang terjadi secara alamiah yang menghangatkan beberapa bagian Pasifik tengah, memiliki dampak yang berbeda pada cuaca di berbagai belahan dunia. El Nino terakhir terbentuk pada pertengahan tahun lalu dan berakhir pada bulan Juni.
Fenomena ini disalahkan, bersama dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan pemanasan lautan secara keseluruhan, atas terjadinya gelombang panas dan cuaca ekstrem selama 12 bulan.
Di Afrika bagian selatan, harga pangan meningkat tajam di banyak daerah yang terdampak kekeringan, sehingga menambah penderitaan. Kekeringan juga memiliki dampak buruk lainnya.
Zambia telah kehilangan sebagian besar listriknya dan mengalami pemadaman listrik selama berjam-jam, dan terkadang berhari-hari, karena negara ini sangat bergantung pada tenaga air dari Bendungan Kariba yang sangat besar.
Ketinggian air bendungan ini sangat rendah sehingga hampir tidak dapat menghasilkan listrik. Zimbabwe berbagi bendungan ini dan juga mengalami pemadaman listrik secara teratur.
Otoritas di Namibia dan Zimbabwe terpaksa membunuh satwa liar, termasuk gajah, untuk menyediakan daging bagi orang-orang yang kelaparan.
Para ilmuwan mengatakan bahwa Afrika sub-Sahara adalah salah satu bagian dunia yang paling rentan terhadap perubahan iklim karena ketergantungan yang tinggi pada pertanian tadah hujan dan sumber daya alam. Jutaan mata pencaharian di Afrika bergantung pada iklim, sementara negara-negara miskin tidak mampu mendanai upaya-upaya ketahanan iklim. [th/ab]
See all News Updates of the Day
Raja Maroko Imbau Masyarakat untuk Tidak Menyembelih Domba pada Iduladha Tahun Ini

Raja Maroko telah mengimbau warganya untuk tidak menyembelih domba pada Iduladha tahun ini akibat kekeringan yang mengakibatkan populasi ternak berkurang drastis dan melambungkan harga daging.
Jutaan domba, kambing, dan hewan ternak lainnya disembelih dalam perayaan Iduladha di seluruh dunia. Iduladha merupakan satu dari dua hari raya Islam penting yang tahun ini jatuh pada bulan Juni.
Namun akibat kekeringan yang melanda Maroko selama tujuh tahun berturut-turut, jumlah populasi ternak di negara tersebut berkurang sebesar 38 persen dalam 12 bulan terakhir.
Curah hujan berkurang 53 persen dari tingkat rata-rata dalam 30 tahun terakhir, menurut kementerian pertanian Maroko.
"Negara kami menghadapi tantangan iklim dan ekonomi yang menyebabkan penurunan drastis pada populasi hewan ternak," kara Raja Mohammed VI dalam pidato yang dibacakan oleh menteri agama di televisi nasional pada Rabu (26/2).
Meskipun menyadari pentingnya perayaan Iduladha, sang raja tetap mengimbau warga "untuk menahan diri dalam menjalankan ritual kurban."
Iduladha memperingati keikhlasan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan putranya.
Ayah dari Raja Mohammed VI, Hassan II, juga pernah membuat imbauan serupa pada 1966 ketika Maroko mengalami kekeringan berkepanjangan.
Penurunan jumlah hewan ternak telah menyebabkan harga daging melambung tinggi. Kondisi tersebut mempersulit warga miskin di negara Afrika utara itu, yang besaran upah minimumnya berkisar 290 euro per bulan atau sekitar Rp4,9 juta. [rs]
Amerika Tak Lagi Pimpin JETP Indonesia, Pakar Sayangkan Mundurnya AS

AS belum lama ini mundur sebagai pemimpin bersama JETP Indonesia, sebuah kemitraan yang bertujuan membantu mempercepat transisi energi Indonesia. Pakar menilai, kebijakan AS dikhawatirkan memengaruhi kebijakan negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam melanjutkan komitmen transisi energi.
Tidak lama setelah Donald Trump kembali dilantik sebagai presiden AS Januari lalu, Washington mundur dari posisi pemimpin bersama (co-leader) Kemitraan Transisi Energi yang Adil Indonesia (Just Energy Transition Partnership/JETP Indonesia).
Kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Kelompok Mitra Internasional (International Partners Group/IPG), yang sebelumnya dipimpin secara bersama oleh Amerika dan Jepang, diluncurkan di sela-sela KTT G20 di Bali pada tahun 2022, dengan tujuan untuk mempercepat transisi energi Indonesia, dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan produksi energi baru terbarukan.
Menurut pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, mundurnya Amerika dari posisi tersebut berpotensi memengaruhi sikap negara-negara lain dalam memandang urgensi transisi energi, termasuk Indonesia.
“Kalau dari sudut pandang investasi, sebenarnya investasi AS ke daerah seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di sektor energi tidak terlalu besar. Tapi kalau berbicara global leadership dan juga global diplomacy sebenarnya ini adalah sebuah kehilangan yang cukup besar, karena tentunya para pemimpin-pemimpin negara tetap akan melihat global optics, ‘kalau negara besar tidak mau berkomitmen, bagaimana dengan kami?’” urainya.
Selain menurunkan peran mereka dalam JETP Indonesia, Amerika juga mundur dari Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan kesepakatan internasional untuk menangani perubahan iklim dengan mengurasi gas rumah kaca.
Gedung Putih tidak menjawab pertanyaan VOA mengenai komitmen iklim Amerika kini, maupun komitmen Washington dalam JETP Indonesia usai mundur dari posisi pemimpin bersama.
Setelah perkembangan tersebut mengemuka, sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keengganannya untuk memensiunkan secara dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tanpa adanya pendanaan dari lembaga donor.
“Di janjimu (JETP) ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampai sekarang belum ada. Nol. Kami mau (pensiun dini PLTU), tapi ada uangnya dulu,” ungkap Bahlil, 30 Januari lalu.
Utusan Khusus RI Bidang Iklim Hashim Djoyohadikusumo bahkan menyebut JETP sebagai “program gagal”, seperti dikutip kontan.co.id, 31 Januari lalu.
Meski demikian, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kepada VOA pada 6 Februari lalu bahwa Jakarta akan tetap melanjutkan proyek-proyek iklim yang telah dicanangkan pemerintah. Ia menuturkan, Indonesia tetap berkomitmen menurunkan emisi.
“JETP itu jangan diindikasikan itu hanya Amerika, JETP itu negaranya banyak, dan yang kemarin mendanai yang pertama ke Ijen itu memang dari Amerika, lalu berikutnya ada energy transition mechanism itu lebih banyak Jepang. Nah dari situ, Pak Bahlil, Pak Menteri, memang mengatakan bahwa kalau ada pendanaan, baru dipensiunkan tenaga fosil itu,” ungkapnya.
Eniya merujuk pada pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ijen berkapasitas 31 megawatt, di mana Washington mengumumkan komitmen pendanaan senilai $126 juta untuk PT Medco Cahaya Geothermal pada pertengahan 2024.
“Kita tetap go untuk penurunan emisi, karena semua target juga sudah ada di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, red.), di mana EBT-nya juga tetap ada porsi, walaupun pendanaan dari Amerika nggak ada,” tambahnya.
Selain Amerika dan Jepang, negara-negara yang termasuk ke dalam Kelompok Mitra Internasional (IPG) dalam JETP Indonesia yaitu Kanada, Denmark, Uni Eropa, Republik Federal Jerman, Republik Perancis, Norwegia, Republik Italia, Inggris Raya dan Irlandia Utara.
Kini, posisi yang ditinggalkan AS diisi oleh Jerman, untuk bersama Jepang memimpin kemitraan tersebut.
Saat dihubungi VOA pada 13 Februari lalu, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Thomas Graf mengatakan bahwa negaranya telah mengambil alih jabatan pemimpin bersama sejak awal tahun ini.
“Jerman memiliki salah satu portfolio proyek terbesar yang didedikasikan untuk transisi energi di Indonesia dan memutuskan untuk memperdalam keterlibatannya sebagai salah satu pemimpin dalam memajukan implementasi kemitraan,” ungkapnya saat membacakan sikap resmi Jerman, menyusul perkembangan terkini," kata Graf.
Jerman telah mengumumkan komitmen pendanaan dalam bentuk hibah maupun bantuan teknis senilai total 94,58 juta Euro, menurut catatan Sekretariat JETP Indonesia pada Juni 2024.
Graf mengatakan, delegasi tingkat tinggi dari kementerian kerja sama ekonomi dan pembangunan Jerman akan mengunjungi Jakarta untuk menemui Kelompok Mitra Internasional dan seluruh komunitas JETP, termasuk para pemangku kepentingan politik.
Pakar transisi energi Putra Adhiguna mengatakan, sebenarnya inisiatif internasional seperti JETP Indonesia memiliki keterbatasan, selama cara pandang pemerintah terhadap isu transisi energi tidak diubah.
“Karena pada dasarnya, orang Indonesia dan politisi kita harus diyakinkan bahwa transisi energi adalah perkara competitiveness (daya saing, red.), bukan perkara climate (iklim, red.). Dan ini bagian yang, kayaknya, di Indonesia masih belum nyampe, kita masih melihat – jadi kayak misalnya gini, kita masih berkonflik apakah misalnya kita bisa membangun kawasan industri hijau. Kita tidak sadar bahwa kalau ada perusahaan, misalnya Samsung, Hyundai, dan sebagainya, mau bangun pabrik, mereka minta green energy dan mereka nggak bisa dapat, mereka (akan) pindah ke Malaysia,” jelasnya.
Lebih dari itu, Putra berpendapat, yang menjadi masalah utama dalam transisi energi Indonesia bukanlah pendanaan. Ia berargumen, selama pemerintah memiliki target jangka pendek yang jelas dan meyakinkan, pendanaan dalam bentuk investasi asing akan lebih mudah mengalir ke Indonesia.
“Kita nggak perlu target 2050, yang kita perlu adalah target 2026 dan 2027, karena kalau nggak begitu, kita punya 1.000 proyek, tapi nggak ada yang jalan. Lebih baik nyatakan, ‘ini 30 proyek, kami jamin akan jalan dalam 1-2 tahun ke depan.’ Saya rasa itu pernyataan yang ditunggu oleh investor,” kata Putra.
Menurut Sekretariat JETP Indonesia, hingga Juni 2024, terdapat kurang lebih $281,6 juta yang sudah teridentifikasi sebagai hibah atau bantuan teknis yang didistribusikan ke dalam 40 program yang dikelola oleh sedikitnya lima institusi keuangan, serta diimplementasikan delapan badan pelaksana. Sebagian besarnya telah dialokasikan dan bahkan telah berlangsung.
Pada peluncurannya, Kelompok Mitra Internasional, yang saat itu masih dipimpin AS dan Jepang, berkomitmen mengucurkan $20 miliar dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak untuk program-program transisi energi Indonesia. [rd/ab]
Virginia Gunawan berkontribusi dalam laporan ini.
- Associated Press
Para Pejabat AS Peringatkan akan Datangnya Badai Musim Dingin yang Berbahaya

Badai musim dingin terbaru dalam pola berulang sedang membidik langsung ke arah Pantai Timur Amerika Serikat di mana salju lebat dan es diperkirakan turun di beberapa negara bagian.
Badai yang menurunkan salju di Midwest, wilayah Barat Tengah AS, dipastikan akan menciptakan kesulitan ke beberapa tempat yang masih mulai membersihkan diri dari banjir pada akhir pekan lalu yang menelan korban jiwa.
Badan Cuaca Nasional AS mengatakan salju setinggi 25 sentimeter mungkin akan turun di sepanjang Pantai Atlantik di Virginia, dan akumulasi es yang signifikan diperkirakan terjadi di North Carolina bagian timur.
Gubernur North Carolina Josh Stein mengumumkan keadaan darurat pada Selasa (18/2) untuk mengantisipasi turunnya hujan es dan salju pada hari Rabu (19/2).
“Selama 24 jam ke depan, pikirkan tentang siapa dalam hidup Anda yang mungkin paling rentan terhadap cuaca ini, apakah itu anggota keluarga, teman, atau tetangga. Harap periksa mereka, pastikan mereka juga siap. Saling menjaga, itulah sifat warga North Carolina,” kata Stein.
Virginia tetap berada di bawah deklarasi serupa yang dikeluarkan Gubernur Glenn Youngkin untuk menghadapi badai lain pada 10 Februari lalu, yang memungkinkan Garda Nasional dan sejumlah lembaga di negara bagian untuk membantu pemerintah daerah.
Stein dan Youngkin meminta warga agar tidak berkendara di jalan raya.
Badai akhir pekan yang menghantam wilayah timur AS menewaskan sedikitnya 17 orang, termasuk 14 orang di Kentucky, yang diguyur oleh salju setinggi 15 sentimeter atau lebih. [lt/ab]
- Associated Press
Salju dan Hujan Es Selimuti Sebagian Pantai Timur Amerika Serikat

Salju, hujan es dan hujan beku diperkirakan akan terus menyelimuti Appalachian tengah dan beberapa negara bagian di kawasan mid-Atlantik, Rabu (12/2). Sementara itu, California bersiap menghadapi badai yang dapat membanjiri daerah yang baru-baru ini dilanda kebakaran hutan dahsyat.
Menurut Layanan Cuaca Nasional, hujan salju yang sangat lebat – dengan curah hingga hampir 25 sentimeter – diperkirakan terjadi di beberapa daerah di negara bagian Virginia dan West Virginia. Akumulasi es bisa mencapai lebih dari 8,4 milimeter di Stanleytown, Virginia, dan 6,3 milimeter di Glendale Springs, North Carolina.
Di California, sungai atmosferik – sebutan bagi jalur yang membawa uap air dari daerah tropis ke daerah yang lebih utara – diperkirakan akan bergerak pada Rabu malam, kemungkinan besar akan membanjiri daerah perkotaan di California tengah dan Selatan.
Badai salju yang melanda negara bagian di kawasan mid-Atlantik pada hari Selasa (11/2) menyebabkan kecelakaan di jalan yang tertutup es dan memicu penutupan sekolah. Menurut PowerOutage.us, pada Selasa malam, hampir 12.000 orang di Virginia mengalami pemadaman listrik.
Departemen Transportasi Virginia memasang pesan di media sosial Selasa malam, menyerukan warga untuk “tetaplah di rumah, jangan jalan-jalan malam ini.” Pesan ini disertai meme Dorothy, salah satu tokoh kunci di “The Wizard of Oz,” yang mengatakan “tidak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah.”
Di sebagian Baltimore dan Washington, salju setebal 2,5 sentimeter turun setiap jamnya. Semua sekolah negeri di Washington ditutup pada hari Rabu (12/2) karena cuaca buruk.
Garda Nasional Bantu Tanggapi Potensi Pemadaman Listrik Saat Badai
Appalachian Power, yang melayani 1 juta pelanggan di West Virginia, Virginia dan Tennessee, mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya memiliki 5.400 pekerja yang berdedikasi untuk memulihkan listrik.
Sekitar 65 tentara Garda Nasional Virginia juga telah berada di fasilitas di sepanjang koridor Interstate 95 dan Route 29 negara bagian itu, dan di barat daya Virginia, untuk mendukung respons badai. Dua puluh tentara lainnya dan anggota Angkatan Pertahanan Virginia berperan sebagai pendukung.
Peringatan badai musim dingin meluas dari barat laut North Carolina hingga selatan New Jersey, dan campuran salju dan es diperkirakan akan menjadi hujan pada Rabu sore karena meningkatnya suhu.
Sementara itu, sistem badai terpisah diperkirakan akan menimbulkan salju tebal di wilayah yang membentang dari Kansas hingga Great Lakes mulai Selasa malam. Badan Legislatif Kansas membatalkan pertemuan hari Rabu karena cuaca buruk, dan Gubernur Laura Kelly menutup kantor negara bagian di ibu kota, Topeka.
Rentan Kecelakaan Lalu Lintas
Di Virginia, di mana Gubernur Glenn Youngkin mengumumkan keadaan darurat dan sekolah-sekolah serta kantor-kantor pemerintah ditutup pada hari Selasa, polisi negara bagian melaporkan 700 kecelakaan dan puluhan orang terluka pada hari Selasa.
Juru bicara Kepolisian Negara Bagian Virginia Matt Demlein mengatakan mereka tidak bisa mengatakan secara pasti bahwa semua kejadian tersebut berhubungan dengan cuaca.
Di West Virginia bagian selatan, beberapa kecelakaan menutup sementara beberapa jalan raya utama pada hari Selasa. Petugas operator Kelly Pickles mengatakan Smith’s Towing and Truck Repair menanggapi setidaknya 15 panggilan, sebagian besar dari pengemudi traktor-trailer yang terjebak di Interstate 64 di Greenbrier County dekat perbatasan Virginia.
“Pada dasarnya, mereka hanya tersedot ke median atau keluar dari jalan antar negara bagian sedikit ke sisi kanan,” katanya. “Dan mereka tidak mempunyai tenaga yang cukup pada kendaraan mereka untuk kembali ke jalan raya, karena diselimuti es.” [em/uh]
Hampir Semua Negara Telat Penuhi Tenggat Target Iklim PBB

Hampir semua negara gagal memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan PBB untuk menyerahkan target baru pengurangan emisi karbon paling lambat 10 Februari. Negara-negara dengan perekonomian utama termasuk di antara yang tidak memenuhi target itu.
Dari hampir 200 negara yang diwajibkan oleh Perjanjian Paris untuk menyerahkan rencana mereka, hanya 10 yang melakukannya tepat waktu, menurut data PBB yang memantau pengajuan tersebut.
Sesuai perjanjian iklim, setiap negara diharapkan menetapkan target yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca paling lambat 2035, lengkap dengan rencana detail untuk mencapainya.
Emisi global terus meningkat, padahal harus dikurangi hampir setengahnya sebelum akhir dekade ini agar pemanasan tetap pada level yang lebih aman sesuai kesepakatan dalam Perjanjian Paris.
Kepala Iklim PBB, Simon Stiell, menyebut target iklim terbaru dari negara-negara tersebut sebagai "dokumen kebijakan terpenting abad ini."
Namun, hanya sedikit negara pencemar utama yang menyerahkan target yang ditingkatkan tepat waktu. China, India, dan Uni Eropa termasuk di antara nama-nama besar yang absen dalam daftar yang panjang.
Tidak ada penalti bagi negara yang terlambat menyerahkan target (Nationally Determined Contributions/NDC).
NDC tidak bersifat mengikat secara hukum, tetapi berfungsi sebagai tolok ukur akuntabilitas untuk memastikan negara-negara menangani perubahan iklim dengan serius dan berkontribusi sesuai porsi mereka untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris. [ah/es]
Forum