Ibu kota Haiti dapat diserbu geng-geng kriminal jika masyarakat internasional tidak meningkatkan bantuan untuk misi keamanan yang didukung PBB di sana, kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah laporan pada Rabu (22/1).
Lebih banyak uang, peralatan, dan personel dibutuhkan untuk pasukan internasional yang dipimpin Kenya, kata Guterres. Ia menambahkan bahwa penundaan lebih lanjut berisiko menyebabkan keruntuhan lembaga keamanan Haiti “yang sangat merugikan” dan "dapat membuat geng-geng menyerbu seluruh wilayah metropolitan" Port-au-Prince.
Sekjen PBB itu mengeluh karena misi tersebut "masih belum dikerahkan dengan kekuatan penuh," yang membatasi kapasitasnya untuk mendukung polisi nasional Haiti.
Menteri Luar Negeri Haiti Jean-Victor Harvel Jean-Baptiste, yang berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, mengatakan bahwa negara itu menghadapi "kesulitan besar" yang mengancam tidak hanya penduduk tetapi juga "kelangsungan hidup negara itu sendiri."
Dewan Keamanan memberikan lampu hijau pada Oktober 2023 kepada misi Dukungan Keamanan Multinasional (MSS) yang dirancang untuk mendukung otoritas Haiti dalam memerangi kekerasan geng.
Namun sejak saat itu, baru kurang dari 800 dari 2.500 petugas polisi yang diharapkan yang telah dikerahkan.
Lebih dari 5.601 orang di Haiti tewas tahun lalu akibat kekerasan geng, sekitar 1.000 orang lebih banyak dari tahun 2023, kata PBB.
Dalam laporan tersebut, Guterres mengatakan kemunduran dalam proses politik Haiti telah "berkontribusi pada iklim di mana kekejaman ini mungkin terjadi."
Haiti saat ini tidak memiliki presiden atau parlemen dan diperintah oleh badan transisi, yang berjuang untuk mengatasi kekerasan ekstrem yang terkait dengan geng penjahat, kemiskinan, dan tantangan lainnya.
PBB juga mencatat 315 hukuman gantung terhadap orang-orang yang diduga berafiliasi dengan geng serta 281 kasus dugaan eksekusi tanpa proses hukum oleh polisi.
Lebih dari satu juta warga Haiti terpaksa meninggalkan rumah mereka, tiga kali lipat lebih banyak dari tahun lalu.
Negara di Karibia itu telah menderita ketidakstabilan selama beberapa dekade, tetapi situasinya meningkat pada Februari lalu ketika kelompok bersenjata melancarkan serangan terkoordinasi di ibu kota untuk menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry saat itu.
Henry yang tidak populer dan tidak dipilih, mengundurkan diri pada bulan April. Pengunduran dirinya akhirnya membuka jalan bagi pemerintahan transisi, yang pada bulan November telah memecat perdana menteri sementaranya dan menggantinya dengan perdana menteri saat ini Alix Didier Fils-Aime.
Perwakilan Khusus PBB di Haiti, Maria Isabel Salvador, mengkritik "semakin terpecahnya" dewan sementara.
"Meskipun ada kemajuan di bidang politik dan alasan untuk berharap dengan takut-takut, kerangka kerja transisi masih rapuh," katanya kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu. [uh/ab]
Forum