Di sebuah taman di kota London, terdapat sebuah simbol baru pemberdayaan dan makna keberagaman. Bagian dari pameran patung "The Line" di tempat umum di London, seniman Thomas J. Price menempatkan sebuah patung perempuan kulit hitam setinggi 2,7. meter yang sedang menatap ponsel pintarnya.
“Dari dulu, saya menyadari seni patung merupakan bahasa yang umum dipakai oleh pemerintahan dan masyarakat. Patung secara diam-diam memperkuat struktur kekuasaan. Dengan membiarkan patung itu berdiri, kita seakan terlibat dalam struktur kekuasaan itu sendiri," kata Price.
Price melihat hal yang sangat menarik karena sejumlah patung mulai dilenyapkan baru-baru ini. Ia menilai itu menunjukkan, orang-orang sedang berusaha membentuk ide-ide baru, pemahaman baru terkait struktur kekuasaan.
“Dalam banyak hal, saat ini upaya mencoba dan mereformasi struktur yang berbeda di dunia dengan berkomunikasi melalui karya seni termasuk patung. Saya sebisa mungkin menampilkan itu dan membuat orang menafsirkan kembali bagaimana kita melihat satu sama lain, bagaimana kita bersikap terhadap orang lain," kata Price.
Kota-kota di seluruh dunia menilai-ulang hubungannya dengan patung-patung dan tokoh sejarah yang digambarkan.
Itu menjadi bagian dari perhitungan rasisme dan perbudakan di seluruh dunia, yang dipicu oleh kematian pria kulit hitam Amerika, George Floyd, di tangan polisi di Minneapolis, bulan Mei 2020.
Pada bulan Juni lalu, para pengunjuk rasa di kota Bristol, Inggris, menggulingkan patung seorang pedagang budak abad ke-17 yang terkenal, dan mencampakkannya ke sungai di kota itu.
Price menunjukkan karya seninya, yang diberi nama "Reaching Out" itu, sengaja tidak dibuat berlebihan, untuk membedakannya dengan patung tokoh sejarah, yang seringkali digambarkan sebagai pria kulit putih.
"Patung baru ini menolak gagasan terkait pahlawan, tentang narasi yang disuguhkan terus-menerus dari masa kanak-kanak hingga kita dewasa, sehingga banyak orang merasa patung "pahlawan" itu perlu dilindungi," kata Price.
Seniman Thomas Price berharap karya seni fiksi melalui patungnya itu dapat menciptakan realitas dan sejarah orang yang diwakili oleh patung tersebut. Dengan demikian patung di ruang pulik itu dapat membuat kita memikirkan kembali narasi hubungan antar manusia.
Karya baru itu ditempatkan pada "The Line", sebuah jalan yang dikhususkan untuk seni publik di timur kota tersebut.
Direktur Megan Piper berharap patung itu dapat mengirim pesan yang kuat kepada seluruh penduduk Newham, salah satu wilayah paling beragam di ibukota London.
“Saya pikir karya seni itu mengungkapkan representasi penting sehingga warga dapat melihat diri mereka tercermin dalam seni. Itu juga menyoroti bahwa seni diperuntukan bagi semua orang, yang merupakan inti dari ‘The Line’ tersebut, yaitu membawa karya besar dan monumental ke luar ruangan, ke lingkungan yang dapat dinikmati semua orang," kata Piper.
Wakil Wali Kota Newham, Charlene McLean dibesarkan di lokasi yang terletak hanya beberapa meter dari tempat patung baru itu dipasang.
McLean mengungkapkan tidak pernah menyangka akan ada patung seperti itu ketika ia tumbuh dewasa di di sana.
“Dibesarkan di sekitar sini, tepat di seberang jalan, tentunya saya tidak pernah menyangka, akan ada patung perempuan muda berkulit hitam yang sedang melihat ke HP. Siapa yang mengira akan ada patung itu? Benar-benar luar biasa," kata McLean.
Gerakan Black Lives Matter dan kematian George Floyd, menurut McLean mampu mengubah cara orang melihat keberagaman dan hal terkait lainnya.
“Jadi, di bagian lain dunia, ada patung-patung yang dirobohkan. Sementara tempat lain mendirikan patung, seperti halnya di Newham untuk menunjukkan bahwa kehidupan orang berkulit hitam itu juga penting,” kata wakil walikota Newham itu. [mg/ii]