Personel keamanan Irak di berbagai penjuru negara itu memberikan suara mereka Jumat (8/1)0, dua hari sebelum warga lainnya menggunakan hak pilih mereka dalam pemilu parlemen.
Pemungutan suara diadakan enam bulan sebelum jadwal, sejalan dengan janji yang dibuat oleh Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi ketika ia mulai menjabat pada 2020. Ia berusaha untuk menenangkan para pengunjuk rasa anti-pemerintah yang menyuarakan ketidakpuasan mereka akan situasi negara pada Oktober 2019 di Baghdad dan selatan Irak.
Apa yang disebut “pemungutan suara khusus'' itu, yang diselenggarakan dua hari menjelang pemilu, dimaksudkan untuk membebaskan para polisi dan tentara sehingga mereka dapat memberikan keamanan pada hari pemilihan.
Seorang penasihat pemerintah untuk urusan pemilu, Hussein al-Hendawi, mengatakan lebih dari 1,5 juta personel keamanan memenuhi syarat untuk memilih. Pada hari yang sama, lebih dari 120.000 orang telantar, ratusan pasien rumah sakit, dan para narapidana diizinkan memberikan suara mereka lebih awal.
Ada 3.449 kandidat bersaing untuk 329 kursi di parlemen dalam pemungutan suara hari Minggu, yang akan menjadi yang kelima diadakan sejak jatuhnya Saddam Hussein setelah invasi pimpinan AS ke Irak pada tahun 2003.
Lebih dari 24 juta dari perkiraan 38 juta orang Irak berhak memilih. [ab/uh]
